KONTEKS.CO.ID - Tren baru dalam perdagangan ilegal harimau memunculkan kekhawatiran besar di kalangan konservasionis.
Lebih dari 40 persen penyitaan di Vietnam, Thailand, Indonesia, dan Rusia kini melibatkan harimau utuh, hidup maupun mati.
Itu menjadi perubahan drastis dari pola perdagangan sebelumnya yang lebih banyak berupa bagian tubuh.
Baca Juga: Dunia Menuju Tanpa Harimau? Pemantau Perdagangan Satwa Liar Unggah Mencengangkan
Lonjakan penyitaan hewan utuh itu terungkap dalam laporan terbaru TRAFFIC yang dirilis Selasa kemarin.
TRAFFIC adalah jaringan pemantau perdagangan hewan liar.
Dalam laporan itu mereka menyatakan jaringan kriminal bergerak jauh lebih cepat daripada upaya konservasi yang coba mengejarnya.
Baca Juga: Ini Tanggapan KPK Soal Keputusan Prabowo Rehabilitasi Ira Puspadewi Dkk
Otoritas di seluruh dunia selama lima tahun terakhir rata-rata menyita sembilan harimau setiap bulan.
Angka ini menegaskan skala krisis yang makin parah, sementara populasi harimau liar global terus merosot dari sekitar 100 ribu ekor seabad lalu, menjadi hanya 3.700–5.500 ekor hari ini.
TRAFFIC memperingatkan perubahan pola perdagangan tersebut dapat terkait dengan meningkatnya operasi penangkaran harimau, penyelundupan harimau sesaat setelah diburu, hingga melonjaknya permintaan untuk hewan eksotis dan taksidermi atau seni mengawetkan hewan hingga tampak hidup.
Baca Juga: Menteri Maman Tegaskan Kualitas sebagai Kunci Daya Saing UMKM
Sejak 2000 hingga pertengahan 2025, tercatat 2.551 kasus penyitaan yang melibatkan sedikitnya 3.808 harimau.
Dalam lima tahun terakhir saja, ada 765 penyitaan setara 573 harimau, atau sembilan ekor per bulan. Tahun terburuk adalah 2019 dengan 141 penyitaan.