KONTEKS.CO.ID - Praktik pemusnahan barang bukti pakaian bekas impor ilegal (ballpress) yang selama ini dilakukan dengan cara dibakar, akhirnya dihentikan oleh pemerintah.
Metode lama tersebut dinilai sangat tidak efisien, mencemari lingkungan, dan justru membebani anggaran negara dengan biaya operasional yang tinggi.
Sebagai gantinya, jutaan lembar pakaian sitaan itu akan dicacah dan diolah kembali menjadi bahan baku produktif.
Perubahan kebijakan yang drastis ini datang langsung dari arahan Presiden Prabowo Subianto. Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, mengungkapkan bahwa Presiden tidak ingin barang-barang sitaan tersebut berakhir sia-sia menjadi abu.
Baca Juga: Peneliti: Fenomena Jumlah Perceraian Naik dan Pernikahan Turun di Indonesia Sudah Mengkhawatirkan
Arahan ini kemudian diterjemahkan menjadi strategi baru pemanfaatan limbah tekstil yang bernilai ekonomi bagi industri dalam negeri.
"Ini juga atas arahan Presiden, ini mesti dimanfaatkan, jangan dibakar begitu saja," ungkap Purbaya dalam media briefing, Jumat, 14 November 2025.
Alasan utama di balik perubahan ini adalah logika ekonomi yang selama ini tekor. Purbaya secara blak-blakan mengeluhkan betapa mahalnya biaya yang harus dikeluarkan negara hanya untuk memusnahkan barang selundupan.
Untuk membakar satu kontainer pakaian bekas, negara harus merogoh kocek sekitar Rp12 juta. Sudah gagal mendenda penyelundupnya, negara malah harus keluar uang lagi untuk memusnahkan barangnya. "Rugi, abis itu masih makan orang yang ditahan, rugi besar kita," tuturnya.
Solusi pencacahan ini awalnya merupakan usulan dari Asosiasi Garmen dan Tekstil Indonesia (AGTI) yang kini disambut baik oleh pemerintah. Mekanismenya sederhana namun berdampak besar, yakni tumpukan pakaian di gudang Bea Cukai akan dikeluarkan, lalu diserahkan kepada pengusaha yang siap mencacahnya.
Hasil cacahan ini kemudian didaur ulang menjadi benang atau serat tekstil lainnya yang siap digunakan kembali oleh pabrik-pabrik garmen.
Dampak positif kebijakan ini tidak hanya dirasakan oleh industri besar, tetapi juga akan menetes hingga ke pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Purbaya merencanakan agar sebagian hasil olahan limbah tekstil ini bisa dijual dengan harga sangat murah kepada para pelaku usaha kecil di akar rumput.