KONTEKS.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko sebagai tersangka dugaan suap pengurusan jabatan dan dugaan tindak pidana korupsi proyek pekerjaan di RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya.
Penetapan itu dilakukan setelah Sugiri dan tiga orang lainnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat, 7 November 2025.
Penetapan ini menegaskan bahwa praktik korupsi tidak mengenal masa jabatan, bahkan bisa berulang di tangan pejabat yang sama.
Baca Juga: KPK Amankan 13 Orang dalam OTT di Ponorogo, Termasuk Sang Bupati Sugiri Sancoko
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan penetapan tersangka dilakukan setelah pemeriksaan intensif pada tahap penyelidikan menunjukkan adanya kecukupan alat bukti.
“KPK menetapkan empat orang tersangka yaitu SUG selaku Bupati Ponorogo periode 2021–2025 dan 2025–2030, saudara AGP selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo yang telah menjabat sejak tahun 2012 hingga saat ini," kata Asep saat konferensi pers, Minggu, 9 November 2025.
Dua nama lain yang ikut terseret adalah YUM, Direktur RSUD dr. Haryono Kabupaten Ponorogo, serta SC, pihak swasta yang menjadi rekanan dalam proyek di lingkungan RSUD Ponorogo. Dugaan kuat, proyek tersebut menjadi lahan bancakan yang mengalirkan uang panas kepada pejabat daerah.
Sebelumnya, tim KPK mengamankan 13 orang dalam operasi tangkap tangan tersebut, termasuk Bupati Sugiri.
Selain itu, penyidik juga menyita sejumlah uang tunai pecahan rupiah yang diduga bagian dari transaksi suap.
Baca Juga: Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko Dibawa KPK ke Jakarta Usai OTT Kasus Promosi Jabatan Hari Ini
Proses pengamanan dilakukan dalam dua gelombang. Kloter pertama berjumlah enam orang, termasuk sang bupati, tiba di Gedung Merah Putih KPK pada Sabtu, 8 November 2025 pukul 08.10 WIB.
Beberapa jam kemudian, kloter kedua menyusul sekitar pukul 11.40 WIB, di mana salah satu yang dibawa merupakan orang kepercayaan Sugiri.
Dengan ditetapkannya empat tersangka, KPK menegaskan bahwa perkara ini bukan sekadar pelanggaran etika atau maladministrasi, melainkan bentuk nyata penyalahgunaan kekuasaan yang sistemik. Kasus Bupati Ponorogo menambah panjang daftar kepala daerah yang terjerat korupsi dalam sektor kesehatan dan birokrasi jabatan.***