nasional

Mahfud MD Pukul Telak Kejaksaan Agung: Masa Cuma Nangkap Silfester Nggak Bisa!

Rabu, 5 November 2025 | 10:55 WIB
Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD (Foto: YouTube/Mahfud MD Official)

Kronologi Singkat Kasus Silfester

Kasus ini berakar dari laporan Jusuf Kalla atas dugaan pencemaran nama baik oleh Silfester Matutina.

Putusan Mahkamah Agung pada Mei 2019 memperberat hukuman Silfester dari satu tahun menjadi satu tahun enam bulan penjara.

Namun, hingga enam tahun berlalu, vonis itu belum terealisasi dalam bentuk eksekusi penangkapan dan pemenjaraan karena Silfester dinyatakan buron dan keberadaannya tidak diketahui publik.

Silfester sendiri diketahui pernah aktif sebagai relawan Presiden Joko Widodo (Jokowi), sehingga kasus ini juga memunculkan spekulasi publik mengenai kemungkinan jaringan atau pelindung di belakang pelaku — tuduhan yang disorot Mahfud dalam pernyataannya.

Respons Kejaksaan Agung

Menanggapi kritikan dan laporan publik, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sebelumnya menyatakan bahwa perintah sudah dikeluarkan kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk mengeksekusi putusan tersebut.

“Sudah, kami sudah minta (Kejari Jaksel) sebenarnya dan kita sedang dicari,” ujar Burhanuddin kepada wartawan usai peringatan HUT Kejaksaan di Jakarta pada 2 September 2025 silam.

Baca Juga: Kejagung Harus Segara Eksekusi Silfester Matutina Agar Tak Disebut 'Gaib'

Namun pernyataan itu belum diikuti oleh bukti konkret berupa penangkapan atau keterbukaan progres pencarian — hingga menimbulkan kekecewaan tokoh publik dan pengamat hukum.

Kegagalan menegakkan vonis terhadap kasus yang seharusnya bersifat sederhana (pencemaran nama baik) menimbulkan beberapa konsekuensi serius: melemahnya kepercayaan publik terhadap penegak hukum, potensi persepsi adanya "status istimewa" bagi kelompok tertentu, dan preseden buruk yang bisa dimanfaatkan pihak-pihak lain untuk menghindari pertanggungjawaban hukum.

Mahfud pun menaruh perhatian khusus pada bagaimana institusi penegak hukum menghadapi tekanan politik maupun jaringan kekuasaan.

Bila persepsi publik berkembang bahwa ada intervensi atau perlindungan terhadap buronan, maka semua upaya pemberantasan impunitas bisa terkikis.***

Halaman:

Tags

Terkini