KONTEKS.CO.ID - Sebuah skandal dugaan korupsi yang mencoreng dunia akademik kini terungkap di Pengadilan Tipikor Semarang.
Tiga dosen bergelar doktor dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Rachmad Gunadi, Dr. Henry Yuliando, dan Dr. Hargo Utomo kini duduk di kursi terdakwa.
Mereka diduga bersekongkol dalam proyek pengadaan biji kakao fiktif untuk program Cacao Teaching and Learning Industries (CLTI), sebuah program yang seharusnya bertujuan untuk pendidikan dan pengembangan usaha.
Baca Juga: Viral Video Mobil Berlogo BGN Dipakai Angkut Babi, Ternyata Milik Yayasan Belum Terverifikasi
Alih-alih memajukan ilmu pengetahuan, proyek ini diduga kuat menjadi 'bancakan' yang merugikan keuangan UGM sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH)—sebesar Rp6,72 miliar.
Menurut dakwaan jaksa dari Kejati Jawa Tengah, modus kejahatan ini dilakukan secara sistematis. Para terdakwa diduga nekat mencairkan uang negara untuk pembelian barang yang belum pernah dikirim atau tidak ada sama sekali.
Dalam sidang eksepsi, Kamis, 30 Oktober 2025, pihak terdakwa Dr. Rachmad Gunadi, yang juga mantan Direktur Utama PT Pagilaran, membantah keras seluruh tuduhan tersebut.
Melalui penasihat hukumnya, Zainal Petir, mereka berargumen bahwa tidak ada kerugian negara yang timbul.
Kubu terdakwa mengklaim bahwa kasus ini adalah murni sengketa komersial perdata antara dua badan hukum, bukan tindak pidana korupsi.
Baca Juga: Duel 2 Jam Lebih Menuju 8 Besar Chennai Open 2025, Janice Tjen Tundukan Linda Fruhvirtova
Penasihat hukum bersikeras bahwa hubungan PT Pagilaran dengan Direktorat Pengembangan Usaha dan Inkubasi (PUI) UGM murni bersifat bisnis.
Status UGM sebagai PTNBH, yang memiliki otonomi pengelolaan keuangan di luar APBN/APBD, dijadikan dasar bahwa transaksi jual beli 200 ton biji kakao senilai Rp7,4 miliar itu adalah ranah privat yang tidak bisa dijerat hukum pidana korupsi.
Meskipun demikian, pihak terdakwa tidak mengelak bahwa memang terjadi masalah dalam transaksi tersebut.
Mereka mengakui adanya ketidaksesuaian antara pesanan dan barang yang dikirim. Dari 200 ton kakao yang seharusnya dikirim, sebanyak 84 ton terpaksa dikembalikan oleh pihak UGM karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati dalam kontrak.