KONTEKS.CO.ID - Sejumlah aktivis reformasi 1998 menyerukan pentingnya kembali ke sistem Demokrasi Pancasila sebagai bentuk koreksi terhadap praktik demokrasi liberal yang dinilai semakin menjauh dari cita-cita reformasi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Seruan tersebut disampaikan dalam Diskusi dan Pembacaan Pernyataan Sikap bertajuk “Demokrasi Pancasila Sebagai Panggilan Kesejarahan Aktivis ’98” yang digelar oleh Forum Bersama Bhinneka Tunggal Ika di Gedung Percetakan Negara, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Selasa, 29 Oktober 2025.
Acara ini dihadiri oleh sejumlah tokoh dan aktivis 98, antara lain Mudhofir (Ketua Solidaritas Buruh Nasional), Taufan Hunneman (Sekjen Forum Bersama Bhinneka Tunggal Ika), Anton Aritonang (Ketua Gerakan Nasional ’98), Yoga(Alumni KM Universitas Jayabaya), dan Ridwan (Ketua Umum Gema Puan).
Baca Juga: Skema Pembiayaan Proyek Kereta Cepat Whoosh Jakarta–Bandung Jepang Vs China
Kritik terhadap Dominasi Politik Liberal dan Kapital
Dalam pernyataan sikapnya, para aktivis menyoroti sistem politik nasional yang dinilai semakin dikuasai oleh kekuatan modal besar dan biaya politik tinggi.
Kondisi tersebut dianggap telah menyingkirkan nilai-nilai gotong royong dan musyawarah yang menjadi dasar kehidupan berbangsa.
“Gejala politik liberal telah mengikis semangat gotong royong dan musyawarah yang menjadi jati diri bangsa. Demokrasi kita kini hanya berpihak pada mereka yang berduit,” ujar Taufan Hunneman, Sekjen Forum Bersama Bhinneka Tunggal Ika.
Taufan menegaskan, sistem politik yang ada sekarang telah bergeser dari semangat konstitusi yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa.
Baca Juga: Breaking News, Nikita Mirzani Divonis Hukuman Penjara 4 Tahun
Padahal, UUD 1945 dirancang untuk memastikan kekuasaan dijalankan atas dasar musyawarah dan keberpihakan kepada rakyat, bukan kompetisi bebas ala kapitalisme politik.
Tiga Tuntutan Utama Aktivis 98
Dalam siaran pers bersama, Forum Bersama Bhinneka Tunggal Ika bersama Gerakan Nasional ’98 (GN ’98), Gema Puan, Solidaritas Buruh Nasional, dan Ikatan Alumni KM Jayabaya, menyampaikan tiga tuntutan utama sebagai refleksi dan tanggung jawab moral terhadap kondisi bangsa saat ini:
- Mengembalikan Pancasila sebagai watak utama demokrasi Indonesia.
Para aktivis mendesak para elite politik untuk tidak menjadikan Pancasila hanya sebagai simbol, tetapi benar-benar sebagai dasar sistem politik dan kebijakan nasional. - Mendesak pembentukan Komisi Konstitusi.
Pemerintah diminta segera membentuk lembaga independen beranggotakan pakar hukum tata negara, perwakilan golongan, dan utusan daerah untuk mengevaluasi sistem politik yang dinilai membuka ruang bagi praktik korupsi sistemik dan lemahnya moral kenegaraan. - Mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
Langkah ini diyakini akan menciptakan arah pembangunan nasional yang berkesinambungan, berpijak pada kedaulatan rakyat, serta tangguh menghadapi tekanan global.
Baca Juga: Sufmi Dasco Tanggapi Publik yang Geger Soal Unggahan Ramai Sunyi: Kepo Ya!
“Tiga tuntutan ini bukan sekadar wacana politik, melainkan panggilan kesejarahan kami sebagai aktivis ’98 untuk menjaga arah perjuangan bangsa,” kata Anton Aritonang, Ketua Gerakan Nasional ’98.