nasional

Mafindo: Deepfake dan Scam Digital Jadi Wabah Baru Informasi di Era Prabowo-Gibran

Kamis, 23 Oktober 2025 | 13:14 WIB
Deepfake dan scam digital jadi wabah baru informasi di era Prabowo-Gibran (Foto: Ilustrasi/Pexels)

KONTEKS.CO.ID - Meningkatnya deepfake, konten hoaks yang diproduksi teknologi AI, baik untuk politik maupun tema lain, menjadi ancaman serius bagi ekosistem informasi digital.

Bersamaan dengan itu, scam dan modus penipuan digital berkembang semakin kompleks dan menyebabkan kerugian finansial besar bagi masyarakat.

Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) menilai, perlu adanya strategi dan kolaborasi lintas sektor yang lebih intens dan efektif untuk menjaga kedaulatan informasi digital Indonesia.

Melalui riset yang dilakukan sejak 21 Oktober 2024 hingga 19 Oktober 2025, Mafindo memetakan 1.593 hoaks berdasarkan tema, target, saluran, tipe narasi, serta penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam pembuatannya.

Baca Juga: Setahun Prabowo-Gibran: Janji Populis Gagal hingga Demokrasi Melenceng dari Rel Reformasi

Hasil riset menunjukkan adanya tren yang mengkhawatirkan dalam pola penyebaran disinformasi.

"Penggunaan teknologi deepfake meningkat tajam, terutama dalam konten bermuatan politik dan sosial, sehingga menantang kemampuan publik dan media dalam melakukan otentikasi informasi," ungkap Ketua Presidium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho dalam Diskusi Media bertajuk "Potret Hoaks Setahun Pemerintahan Prabowo–Gibran" di Resto Lara Djonggrang, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 23 Oktober 2025.

Sejalan dengan itu, modus penipuan (scam) juga menunjukkan evolusi signifikan. Banyak kasus penipuan digital kini menumpang pada nama program-program pemerintah dan lembaga BUMN, seperti bantuan sosial, proyek infrastruktur, hingga lowongan kerja di Pertamina dan perusahaan pelat merah lainnya.

Pola ini memanfaatkan kepercayaan publik terhadap institusi negara untuk menjerat korban melalui pesan berantai, situs palsu, dan iklan rekrutmen fiktif.

“Selama satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, hoaks terus diproduksi dan berevolusi, menyusup di setiap gap regulasi dan gap literasi digital masyarakat. Evolusi dalam bentuk konten deepfake yang mudah diproduksi namun semakin sulit dideteksi sudah mengadu domba masyarakat Indonesia," bebernya.

Baca Juga: Bayang Jokowi di Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Media Panen Puji, Warganet Mencaci

Septiaji mencontohkan video deepfake Sri Mulyani dengan nada merendahkan guru mampu memantik kemarahan masyarakat hingga menormalisasi perusakan dan perundungan. Contoh lain, deepfake "Ibu Ana berkerudung pink" dibuat untuk mendelegitimasi kelompok aksi penyampaian aspirasi. Namun ancaman tidak berhenti di sana.

”Scam adalah jenis hoaks yang sering luput dari sorotan media, padahal korbannya sangat masif, dan bisa menimpa siapa saja. Kami menemukan scam kini semakin canggih karena sudah memanfaatkan AI dan big data hasil kebocoran data pribadi. Salah satu tren menonjol adalah scam yang mengatasnamakan BUMN seperti Pertamina, PLN, dan Telkom, dengan modus rekrutmen kerja palsu, investasi fiktif, atau ujaran kebencian. Ini ancaman serius bagi siapa pun,” tambah Septiaji.

Halaman:

Tags

Terkini