nasional

Imbas Putusan MK, Masa Jabatan DPRD Terancam Diperpanjang Jadi 7,5 Tahun, Pakar Hukum Sebut Ini Krisis!

Senin, 29 September 2025 | 09:00 WIB
Prof Aidul Fitriciada - Pakar Hukum. (Tangkapan Layar Kanal Youtube Forum Keadilan TV)

KONTEKS.CO.ID - Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Aidul Fitriciada Azhari, memperingatkan adanya potensi krisis konstitusi serius sebagai imbas dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135 yang mengubah jadwal penyelenggaraan pemilu.

Menurutnya, putusan yang memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah ini menciptakan dilema hukum yang dapat memicu ketidakstabilan politik dan membuka ruang bagi tindakan darurat oleh presiden.

Pusat masalahnya, menurut Prof. Aidul, adalah konsekuensi langsung dari pemisahan jadwal tersebut terhadap masa jabatan anggota DPRD.

Baca Juga: Ungkap Rahasia HP Rp2 Jutaan Galaxy A17, Salah Satunya Dipersenjatai AI dan Kamera 50 MP Anti-Goyang

Putusan MK menyatakan pemilu daerah (pemilihan DPRD) akan dilaksanakan paling lambat 2,5 tahun setelah pemilu nasional (pemilihan DPR, DPD, Presiden).

Hal ini secara otomatis memperpanjang masa jabatan anggota DPRD yang terpilih pada Pemilu 2024.

"Artinya masa jabatan DPRD itu bertambah jadi 7 tahun atau 7 tahun setengah," ujar Prof. Aidul dalam sebuah diskusi pada Minggu, 28 September 2025.

Baca Juga: Di Sidang PBB, Menlu Rusia Tuding NATO-Uni Eropa Nyatakan Perang, Trump dan Eropa Balik Tekan

Perpanjangan masa jabatan ini secara langsung bertentangan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang secara tegas menyebutkan bahwa masa jabatan anggota DPRD adalah lima tahun.

"Saya khawatir sebenarnya ini menimbulkan krisis konstitusi," tegas mantan Ketua Komisi Yudisial tersebut.

Krisis ini menempatkan DPR dan pemerintah dalam posisi buah simalakama: jika putusan MK dilaksanakan, mereka akan melanggar konstitusi.

Baca Juga: Cerita Bidkum Polda Metro Jaya Awasi Gelar Perkara Kasus Perusuh Demo Akhir Agustus

Namun, jika diabaikan, mereka akan melanggar putusan MK yang bersifat final dan mengikat.

Prof. Aidul khawatir, kebuntuan hukum ini dapat menjadi justifikasi bagi Presiden untuk mengambil tindakan politik darurat demi mengatasi potensi kekosongan hukum.

Halaman:

Tags

Terkini