nasional

Kejagung Geledah Kantor Saka Energi Soal Dugaan Korupsi Akuisisi Migas Rp 5,2 Triliun

Jumat, 26 September 2025 | 20:45 WIB
Kejagung geledah kantor Saka Energi Indonesia. (KPK)

 

KONTEKS.CO.ID - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, membenarkan adanya penggeledahan kantor PT Saka Energi Indonesia (SEI) pada Kamis malam, 25 September 2025.

Tindakan itu berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi saat akuisisi wilayah kerja migas Blok Ketapang, Muriah, Pangkah, dan Fasken pada 2012-2015.

“Iya terkait PT SEI saat akuisisi saham Blok Ketapang, Muriah, Pangkah, dan Fasken,” ujar Anang saat dikonfirmasi.

Baca Juga: Disebut Kudeta Kebijakan, Sri Radjasa Ungkap Tim Internal Polri Dibentuk untuk Lawan Tim Reformasi Presiden

Kantor PT SEI yang menjadi lokasi penggeledahan berada di Manhattan Square, lantai 28, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan. SEI diketahui merupakan anak usaha dari PT Perusahaan Gas Negara (PGN).

Proses Hukum dan Penggeledahan

Menurut Anang, penggeledahan dilakukan untuk mencari dokumen atau alat bukti yang berkaitan dengan proses akuisisi saham oleh PT SEI.

Surat penggeledahan ditandatangani Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo.

Kasus ini mengacu pada surat penyidikan Nomor PRINT-21/F.2/Fd.2/032025 tertanggal 17 Maret 2025.

Baca Juga: Sri Radjasa Sebut UU Polri Jadi Biang Kerok Lahirnya Institusi Superbody dan Arogansi Polisi

Laporan sebelumnya dari Majalah Tempo mengungkapkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan akuisisi tiga wilayah kerja migas oleh PT SEI tidak sesuai proses bisnis yang semestinya.

Dalam hitungan BPK, nilai akuisisi itu kemahalan hingga US$ 56,6 juta atau sekitar Rp 852 miliar.

Kerugian Negara Capai Triliunan

Wilayah kerja migas yang diakuisisi mencakup Ketapang dan Pangkah di lepas pantai Jawa Timur serta Fasken di Texas, Amerika Serikat. Akibat akuisisi tersebut, Saka Energi dan PGN ditengarai merugi hingga US$ 347 juta atau setara Rp 5,2 triliun.

BPK menilai keputusan investasi itu tidak memperhatikan prinsip bisnis sehat sehingga membebani keuangan perusahaan. Kasus ini pun menjadi sorotan publik karena melibatkan BUMN strategis di sektor energi.

Halaman:

Tags

Terkini