nasional

Tanggapi Kisruh Royalti Lagu, Fraksi Golkar DPR: Sistem Harus Transparan dan Berkeadilan

Kamis, 25 September 2025 | 06:00 WIB
Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR RI, Muhammad Sarmuji (Foto: Instagram/@dekade08)

KONTEKS.CO.ID - Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Muhammad Sarmuji berjanji akan mengawal aspirasi para komponis atau pencipta lagu.

Menurutnya, tata kelola royalti tak seharusnya berbelit-belit hingga berujung pada merugikan pencipta lagu itu sendiri.

“Sistemnya jangan sampai mempersulit. Kalau sistemnya rumit, dunia usaha kesulitan membayar, dan akhirnya pencipta lagu tidak mendapatkan haknya,” kata Sarmuji, seusai beraudiensi dengan Ketua Umum Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI), Satriyo Yudi Wahono alias Piyu, Rabu, 24 September 2025.

Baca Juga: DPR Sepakat Bentuk Pansus Agraria Serap Aspirasi Petani, Disahkan pada Paripurna 2 Oktober 2025

Fraksi Golkar lanjut Sarmudi, konsisten berpegang pada semangat menghadirkan sistem yang adil dan mempermudah semua pihak. Menurut dia, tetap perlu ada perbaikan, khususnya mengenai keadilan dan transparansi.

“Pada prinsipnya, kami mendukung apa yang menjadi aspirasi atau tuntutan para pencipta lagu. Sistemnya memang perlu diperbaiki, dan sistem itu harus transparan, berkeadilan, serta memudahkan semua pihak, tidak hanya bagi para pencipta lagu, tetapi juga bagi dunia usaha," tuturnya.

"Memudahkan ini maksudnya, misalnya, dunia usaha, pertunjukan, kafe, restoran, hotel, dan lain-lain mudah meminta izin untuk menggunakan lagu dari pencipta lagu,” sambungnya lagi.

Lebi lanjut dirinya juga menekankan pentingnya keseimbangan sehingga keberadaan aturan justru tidak menjadi beban tambahan bagi pelaku usaha.

“Kami ingin agar dunia usaha tidak merasa terbebani. Justru sistem yang sederhana dan jelas akan membuat mereka lebih taat sekaligus memastikan pencipta lagu mendapatkan haknya,” pungkasnya.

Sementara itu, Piyu berpendapat bahwa bahwa royalti konser semestinya dibayarkan sebelum acara dimulai.

royaltiBaca Juga: Kenapa Penyanyi yang Memopulerkan Tetap Wajib Bayar Royalti ke Pencipta Lagu? Piyu Ungkap Ini

“Tanpa lagu, tidak ada konser. Royalti bukan sekadar beban promotor, tapi tanggung jawab bersama artis, manajemen, dan penyelenggara untuk memastikan hak ekonomi pencipta terpenuhi,” katanya.

Ia pun menawarkan skema Hybrid System yaitu kombinasi blanket license (untuk media penyiaran, kafe, hotel) dengan direct license (untuk konser). Pola tersebut menurut Piyu, telah lazim dipraktikkan di ajang internasional dan dirasa lebih adil untuk pencipta musik.

“AKSI menilai skema 2 persen dari penjualan tiket selama ini tidak efektif. Kami mengusulkan alternatif, yakni 10 persen dari honorarium artis (pro rata per lagu) atau 2 persen dari median harga tiket dikalikan kapasitas venue (pro rata per lagu). Untuk acara non-tiket seperti pernikahan, opsi tarif yang diusulkan adalah 10 persen dari honorarium artis atau band,” tandasnya.***

Tags

Terkini