KONTEKS.CO.ID - Gelombang suara dari jalanan kembali menguat setelah tragedi meninggalnya Affan Kurniawan, pengemudi ojek online (ojol) asal Jakarta.
Peristiwa itu memicu komunitas driver online bersama Gerakan Nasional 1998 (GN’98) menuntut negara segera hadir menghentikan praktik yang mereka sebut sebagai “penjajahan digital” oleh perusahaan aplikator transportasi daring.
“Cukup sudah! Negara jangan tutup mata. Supremasi sipil harus hadir, bukan sekadar jargon Reformasi 98,” tegas Presiden GOBER Community, Dodi Ilham, dalam acara Ngobrol Santai GN’98 Bersama Media di Jakarta pada Minggu, 21 September 2025.
Realita Pahit Driver Ojol
Data yang dipaparkan komunitas menunjukkan kondisi driver online jauh dari kata sejahtera. Dalam sehari, seorang driver bisa mengambil hingga 30 orderan, namun rata-rata hanya menghasilkan sekitar Rp1,47 juta per bulan.
Angka ini jauh di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2025 yang ditetapkan Rp5,067 juta.
Dari jumlah itu, 60–70 persen habis untuk biaya operasional seperti bahan bakar, cicilan kendaraan, pulsa, dan perawatan motor. Kondisi ini membuat penghasilan driver disebut hanya sebatas “survival income”.
Baca Juga: Alasan Polisi Masih Pertimbangkan Penangguhan Penahanan Delpedro Marhaen Dkk
Advokasi yang Terhambat
Selama ini, aspirasi driver ojol kerap terhambat. Mereka menilai suara para pengemudi kerap didistorsi oleh perwakilan yang dekat dengan elite, sementara akses data sepenuhnya dikuasai oleh aplikator.
Selain itu, perpecahan antar komunitas membuat posisi tawar driver semakin lemah.
Tiga Pilar Solusi