KONTEKS.CO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita berbagai aset hingga perhiasan, tas dan berbagai barang mewah bos sawit dan tambang Hendarto senilai Rp540 miliar.
"Tim penyidik KPK telah melakukan penyitaan aset," kata Asep Guntur Rahayu, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK dalam konferensi pers di KPK, Jakarta pada Kamis malam, 28 Agustus 2025.
Asep merinci, berbagai aset senilai Rp540 miliar tersebut terdiri dari uang tunai, kendaraan bermotor, pahiasan, tas mewah, dan barang-barang mewah lainnya.
Asep menyebut bahwa aset senilai Rp540 miliar tersebut masih sangat kecil. Pasalnya, kredit yang didapat Hendarto dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sangat besar.
"Ini masih kecil segini ya. Kenapa? Karena berdasarkan hitungan yang kami lakukan, hitungan kasar ya, dari jumlah kredit-kredit yang diberikan," katanya.
Tersangka Hendarto menerima kredit dari LPEI melalui dua perusahaannya, yakni PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (MAS) pada Bara Jaya Utama (BJU) Group.
PT MSJL yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit menerima kredit sejumlah Rp950 miliar dan PT MAS yang menjalankan usaha pertambangan mendapat kucuran pembiayaan sebesar US$50 juta atau setara Rp670 miliar dengan kurs tahun 2015.
"Itu uang yang masuk kepada 2 PT ini, SMJL dengan PT MAS atau kepada saudara HD [Hendarto] ini sekitar Rp1,7 triliun. Jadi ini Rp540 miliar ini masih kecil," ujarnya.
Ulah Hendarto dan para tersangka lainnya dalam pemberian kredit pembiayaan kepada PT SMJL dan PT MAS, merugikan negara Rp1,7 triliun.
Adapun total kerugian negara akibat pemberian pembiayaan dari LPEI kepada 2 perusahaan di atas dan sejumlah perusahaan lainnya, ditaksir lebih dari Rp11 triliun.
KPK menahan Hendarto di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Gedung Merah Putih selama 20 hari, terhitung mulai 28 Agustus sampai dengan 16 September 2025.
KPK menyangka Hendarto melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1-KUHP.***