• Minggu, 21 Desember 2025

KPK: Kredit US$50 Juta LPEI ke PT MAS Milik Hendarto Labrak Aturan

Photo Author
- Jumat, 29 Agustus 2025 | 06:08 WIB
KPK tahan bos sawit dan tambang, Hendarto, setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi kredit dari LPEI. (KONTEKS.CO.ID/Dok. KPK)
KPK tahan bos sawit dan tambang, Hendarto, setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi kredit dari LPEI. (KONTEKS.CO.ID/Dok. KPK)
KONTEKS.CO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pemberian kredit sejumlah US$50 juta dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada PT Mega Alam Sejahtera (MAS) melabrak aturan.
 
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di KPK, Jakarta, Kamis malam, 28 Agustus 2025, mengatakan, ada beberapa pelanggaran yang dilabrak LPEI.
 
PT MAS yang bergerak di bidang pertambangan milik tersangka Hendarto itu, tidak layak mendapat kucuran dana pembiayaan dari LPEI.
 
 
"PT MAS, diketahui tidak layak mendapatkan pembiayaan sebesar US$50 juta. Karena alasannya terjadi pembiayaan secara besar-besaran kepada BJU Group," ujarnya. 
 
Asep menjelaskan, PT MAS berada di bawah Bara Jaya Utama (BJU) Group bersama PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL). PT SMJL yang juga milik Hendarto, baru saja mendapatkan kucuran kredit dari LPEI sejumlah Rp950 miliar.
 
"Ke SMJL saja sudah diberikan Rp950 miliar, itu baru diberikan. Belum ketahuan bagaimana nanti berjalannya dan lain-lainnya," ujar dia.
 
Hendarto mengajukan pembiayaan untuk PT MAS hampir bersamaan dengan pengajuan untuk PT SMJL. PT MAS, akhirnya mendapatkan pembiayaan US$50 juta atau setara Rp670 miliar dengan kurs pada tahun 2015.
 
 
"Seharusnya ditunggu dulu karena perusahaan yang melaksanakan ekspor tidak hanya BJU Group miliknya HD [Hedarto] ini, tapi banyak juga perusahaan lain yang melakukan ekspor," ujarnya.
 
Asep mengungkapkan, pemberian pembiayaan kepada PT MAS itu melabrak aturan, di antaranya karena perusahaan ini berpotensi mengalami kerugian.
 
"Proyeksi cashflow PT MAS dari tahun 2016 sampai 2019 terkait penjualan tambang itu berpotensi mengalami kerugian," tandasnya.
 
LPEI harusnya melihat neraca pendapatan, cashflow, dan pengeluaran PT MAS sebelum memutuskan untuk memberikan pembiayaan.
 
 
"Ini setelah kita lihat cashflow-nya di rentang waktu 2016-2019, itu sebetulnya perusahaan PT MAS ini berpotensi mengalami kerugian, tapi tetap diberikan pinjaman sebesar US$50 juta," ucapnya.
 
Pihak LPEI sebagai kreditor, lanjut Asep, melakukan penghitungan cashflow berdasarkan hasil konsolidasi dengan PT BJU Group. 
 
"Jadi di grup ini kan banyak perusahaan-perusahaan. Kalau dikonsolidasi secara keseluruhan, memang kelihatannya positif," katanya.
 
Menurutnya, hal itu melabrak ketentuan karena yang diberikan pinjaman adalah PT MAS. LPEI harusnya fokus pada PT MAS, karena nantinya pada saat pembebanan penagihan dan lain-lain, itu tentu akan dibebankan kepada PT MAS.
 
 
Pelanggaran LPEI selanjutnya, yakni memasukkan PT KPN yang belum beroperasi dan baru pada tahap akuisisi oleh PT BJU, ke dalam analisa proyeksi. 
 
"Ini juga nih ada perusahaan yang baru masuk, kemudian sudah dihitung merupakan bagian dan lain-lain," ujarnya.
 
KPK menetapkan bos atau pemilik PT SMJL dan PT MAS, Hendarto, sebagai tersangka korupsi fasilitas pembiayaan dari PT LPEI. Penyidik langsung menjebloskannya ke tahanan.
 
KPK menahan Hendarto di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Gedung Merah Putih selama 20 hari, terhitung mulai 28 Agustus sampai dengan 16 September 2025.
 
 
Ulah Hendarto dan para tersangka lainnya dalam pemberian pembiayaan kepada PT SMJL dan PT MAS, merugikan negara Rp1,7 triliun. 
 
Adapun total kerugian negara akibat pemberian pembiayaan dari LPEI kepada 2 perusahaan di atas dan sejumlah perusahaan lainnya, ditaksir lebih dari Rp11 triliun.
 
KPK menyangka Hendarto melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1-KUHP.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Setiawan Konteks

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X