nasional

Resmi! MK Larang Wakil Menteri Rangkap Jabatan, Termasuk Komisaris BUMN hingga Pemimpin Ormas Dana APBN

Kamis, 28 Agustus 2025 | 20:31 WIB
MK larang Wakil Menteri rangkap jabatan termasuk Komisaris dan Pimpinan Ormas. (Instagram @mahkamahkonstitusi)

 

KONTEKS.CO.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi melarang wakil menteri merangkap jabatan lain, termasuk sebagai komisaris BUMN, direksi perusahaan swasta, hingga pimpinan organisasi yang dibiayai oleh APBN maupun APBD.

Putusan ini dibacakan dalam sidang pleno MK, Kamis (28/8/2025), dan mendapat sorotan luas.

“Mengabulkan permohonan Pemohon I untuk sebagian,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.

Melalui putusan Nomor 128/PUU-XXIII/2025, MK secara resmi memasukkan frasa wakil menteri ke dalam Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang sebelumnya hanya menyebut menteri.

Baca Juga: Kementerian Haji dan Umrah Disetujui, Ini Biodata Gus Irfan Yusuf Calon Kuat Menteri

Dikutip dari Instagram MK: Larangan Berlaku Juga untuk Wakil Menteri

Berdasarkan unggahan di akun resmi Instagram @mahkamahkonstitusi pada Kamis, 28 Agustus 2025, MK menyatakan bahwa permohonan dari advokat Viktor Santoso Tandiasa dikabulkan sebagian.

"Mahkamah menyatakan Pasal 23 UU Kementerian Negara bertentangan dengan UUD 1945."

Pasal 23 UU Kementerian Negara tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘Menteri dan Wakil Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. Pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. Komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta;
c. Pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD.’”

Baca Juga: Buruh Geruduk DPR, ASN dan Tenaga Ahli Disuruh WFH! Antisipasi Demo Ricuh

Putusan ini menjawab keresahan publik soal pejabat yang menumpuk jabatan, memicu potensi konflik kepentingan hingga penyalahgunaan kekuasaan.

Permohonan Ditolak untuk Salah Satu Pemohon

Perkara ini diajukan oleh dua pemohon yaitu Viktor Santoso Tandiasa, seorang advokat, dan Didi Supandi, seorang pengemudi ojek daring.

Namun, MK hanya mengabulkan permohonan Viktor karena Didi dianggap tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing).

Meski begitu, substansi permohonan berhasil menggugah Mahkamah untuk memperluas interpretasi Pasal 23 demi menjamin tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan.

Halaman:

Tags

Terkini