nasional

Pemda Jangan Jadikan PBB P2 Jalan Pintas Tambah PAD

Sabtu, 16 Agustus 2025 | 08:05 WIB
Aksi demo di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, tuntut Bupati Sudewo mundur.

KONTEKS.CO.ID - Wakil Rektor Universitas Paramadina, Handi Risza, menyoroti gelombang kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Perdesaan (PBB-P2) di sejumlah daerah yang mencapai 250% hingga 1.200%.

Ia mengungkapkan, sejumlah daerah menaikkan PBB-P2 secara fantastis dan berdalih bahwa kenaikan PBB-P2 di daerahnya merupakan bagian dari penyesuaian peraturan daerah berdasarkan UU No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Padahal, PBB-P2 merupakan pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh orang pribadi maupun badan, dengan pengecualian kawasan yang digunakan untuk usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Baca Juga: Uang Rp83,5 Juta Raib di Rekening BRI Cabang Palembang Sriwijaya, Pengacara Nasabah: Ditilep Orang Dalam atau Sistem Keamanan Bank Rakyat Indonesia

“Bumi diartikan sebagai permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman. Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap di atas permukaan bumi dan di bawah permukaan bumi,” ujar Handi Risza dalam keterangan yang dikutip pada Sabtu, 16 Agustus 2025.

Handi menekankan bahwa Pasal 40 ayat (1) UU HKPD menetapkan NJOP sebagai dasar pengenaan PBB-P2, yang ditentukan setiap tiga tahun sekali. Namun, untuk objek tertentu, NJOP dapat ditetapkan setiap tahun oleh kepala daerah.

“Celah regulasi ini dimanfaatkan oleh kepala daerah untuk menentukan NJOPnya sendiri tanpa berkonsultasi dengan kepala daerah di atasnya atau kementerian terkait dan mempertimbangkan kondisi ekonomi yang sedang menghimpit masyarakat,” ujarnya.

Baca Juga: Meliput Protes Mahasiswa Tolak TNI Jadi Pemateri, Staf FEB Universitas Brawijaya Intimidasi dan Rampas Kamera Jurnalis Konteks

Ia menjelaskan, kenaikan PBB-P2 ini kerap menjadi jalan pintas bagi pemerintah daerah untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) di tengah tuntutan kemandirian fiskal.

PBB-P2 dinilai sebagai instrumen yang cepat dioptimalkan karena kewenangan penyesuaian NJOP berada di tangan pemerintah daerah sendiri.

Kondisi ini semakin diperparah oleh perlambatan transfer pusat, berkurangnya dana bagi hasil sumber daya alam, dan stagnasi retribusi.

Menurut Handi, pemerintah daerah sebenarnya memiliki opsi lain yang lebih berkelanjutan untuk meningkatkan pendapatan.

Baca Juga: Kejagung Cecar Direktur Bangga Teknologi Indonesia Soal Korupsi Digitalisasi Pendidikan Era Nadiem Makarim

Halaman:

Tags

Terkini