KONTEKS.CO.ID - Ekonom senior dan Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, menegaskan bahwa relawan politik seharusnya hanya berperan saat kampanye pemilu, bukan menjadi bagian permanen dalam pemerintahan.
“Relawan sebagai bagian dari proses kampanye pemilihan umum adalah bagian pelengkap saja dan tidak terlalu penting di dalam demokrasi,” ujarnya melalui pernyataan resmi yang diterima Konteks.co.id pada Minggu, 10 Agustus 2025.
Ia mencontohkan sistem kampanye di Jepang yang rapi, menggunakan poster pada lokasi resmi, serta memanfaatkan media modern seperti televisi dan media sosial.
Baca Juga: Partai Rakyat Indonesia Lahir di Era Prabowo, Nazaruddin Bidik Struktur Partai Rambah Desa di 2026
Menurutnya, demokrasi modern lebih mengandalkan teknologi dibandingkan pengerahan massa relawan.
Peringatan untuk Prabowo
Didik mengingatkan, setelah pemilu usai, pemerintahan harus dijalankan oleh pilar eksekutif, legislatif, dan yudikatif secara seimbang sesuai konstitusi.
“Jika ada kekuasaan lain yang menjadi bayang-bayang masuk ke dalam sistem ini dan ikut mengelola kekuasaan, maka sistem demokrasi rusak,” tegasnya.
Ia menyebut masa pemerintahan Jokowi sebagai contoh buruk.
Di mana organisasi relawan seperti Projo justru ikut memengaruhi jalannya pemerintahan dan mendistorsi demokrasi.
Baca Juga: Pemerintah Siapkan 15.000 Laptop untuk Siswa Sekolah Rakyat, Segera Hadir di Kelas!
“Hama Demokrasi” yang Merusak dari Dalam
Didik mengibaratkan organisasi relawan yang masuk ke pemerintahan sebagai “hama demokrasi” yang bekerja di bawah karpet.
“Demokrasi di negeri ini akan lebih sehat jika terhindar dari bayang-bayang ekstra legal ini,” ujarnya.
Ia memperingatkan Prabowo agar tidak menerima tawaran organisasi relawan seperti Projo untuk bergabung ke pemerintahan, demi mencegah kerusakan sistem demokrasi yang konstitusional.
Baca Juga: Comeback Berkelas! Hendra Setiawan Ikut Kejuaraan Dunia Senior BWF, Duet dengan Sang Idola