KONTEKS.CO.ID - Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno hampir memiliki bom atom alias senjata nuklir.
Tapi peristiwa G30SPKI pada tahun 1965 membuyarkan semuanya.
Padahal pernyataan Soekarno di hadapan muktamirin Kongres PP Muhammadiyah yang menyebut Indonesia segera membuat senjata nuklir sudah menggetarkan negara-negara tetangga. Bahkan negara kaya semacam Australia.
Baca Juga: Tebus Kekalahan di Japan Open, Fajar-Fikri Siap 'Pecah' di China Open 2025
Pelaung kepemilikan senjata nuklir berhubungan dengan suksesnya percobaan bom atom oleh China di Provinsi Xinjiang.
Sedangkan hubungan politik antara Jakarta-Beijing saat itu sedang mesra-mesranya.
Terlepas dari batalnya senjata nuklir sebagai kekuatan alutsista nasional, Indonesia sampai detik ini tercatat sudah memiliki tiga reaktor nuklir. Hanya penggunaan reaktor tersebut untuk keperluan damai.
Penjelasan Periset BRIN Gunakan Nuklir untuk Kepentingan Damai Indonesia
Bicara radiasi, bangsa Indonesia telah banyak menggunakannya. Selama ini, radiasi dimanfaatkan untuk sektor kesehatan, industri, pangan, agrikultur, lingkungan, dan masih banyak lainnya.
"Sedangkan penggunaan energi nuklir selama ini untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)," kata Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN, Rohadi Awaludin, mengutip Senin 21 Juli 2025.
Periset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu menuturkan, secara umum pemanfaatan energi nuklir terbagi dalam dua tipe. Pertama, energi nuklir yang digunakan dayanya, dan radiasi atau penggunaan non-daya.
Baca Juga: Orang Indonesia Pemurah loh, Potensi Wakaf Per Tahunnya Rp400 Triliun!
"Energi nuklir memiliki keunggulan densitas tinggi, dapat memproduksi energi yang besar, dan rendah karbon. Sedangkan radiasi nuklir memiliki keunggulan radiasi energi tinggi, memiliki energi yang tinggi untuk menembus ke sebuah benda, dan mudah dideteksi," tutur Rohadi.
Ia mengungkapkan, Indonesia sudah mempunyai fasilitas seperti reaktor nuklir, akselerator, dan iradiator. "Ada tiga fasilitas reaktor nuklir di Indonesia. Yaitu, Reaktor Kartini, Reaktor Triga, dan Reaktor G.A Siwabessy," sebutnya.
Reaktor G.A Siwabessyter dimanfaatkan untuk riset bahan bakar nuklir, radiografi neutron. Kemudian analisis aktivasi neutron, pewarnaan batu permata, riset berkas neutron, dan produksi radioisotop.
Baca Juga: Tiba di Solo untuk Hadiri Kongres PSI, Presiden Prabowo Disambut Gibran dan Langsung Mampir ke Rumah Jokowi
Penggunaan iradiator gamma telah dimanfaatkan rumah sakit yang memiliki fasilitas pengobatan nuklir. "Beberapa rumah sakit memiliki siklotron untuk produksi F-18, serta sejumlah RS menggunakan nuklir untuk fasilitas radioterapi," imbuh Rohadi.
Lebih lanjut dikatakan, pemanfaatan nuklir dalam radiofarmasi sudah memproduksi sejumlah produk. Antara lain, MDP kit (methylene diphosphonate) untuk memindai tulang.
"Kemudian untuk radiasi gamma dapat bermanfaat untuk mutasi pengembangbiakan variatas seperti padi dan kedelai," paparnya.
Baca Juga: Belum Resmi Meluncur, Wuling Xingguang 730 Sudah Panen Kritik Soal Desain
Mengenai keberlanjutan nuklir yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, BRIN menugaskan Pusat Riset Teknologi Daur Ulang Bahan Bakar Nuklir dan Limbah Radioaktif melakukan riset, pengembangan, penilaian, dan penerapan.
Rohadi menggarisbawahi bahwa diperlukan perbaikan terus menerus dalam pemanfaatan teknologi nuklir. Khususnya dalam keselamatan, keamanan, dan pengamanan. ***