Baca Juga: Muncul Kabar Apple Uji Kamera 200 MP Menjelang Siklus Perubahan Desain iPhone
Pengakuan telah menerima uang suap itu diulang kembali Zarof di muka persidangan pada 7 Mei 2025. Terdapat meeting of minds antara Zarof sebagai perantara hakim agung penerima suap, dengan Sugar Group selaku pemberi yang ingin perkara perdatanya menang melawan Marubeni Corporation di tingkat kasasi dan PK.
Keganjilan berikutnya, ketika ditemukan barang bukti uang tunai Rp915 miliar dan 51 kilogram emas. Alih-alih memerintahkan penyidik mendalaminya, kepada wartawan Jampidsus Febrie Adriansyah malah berdalih, penyidik tidak harus memeriksa A apabila tersangka menyebutkan A.
Menurut Ronald, ini argumen yang tidak logis, sekaligus mencurigakan. Kejanggalan itu mengindikasikan dalam kasus korupsi Zarof Ricar sejak awal terjadi merintangi penyidikan (obstruction of justice) yang justru dilakukan oleh Febrie Adriansyah selaku penanggung jawab penyidikan dan penuntutan pada Jampidsus Kejagung
Terkait temuan barang bukti uang tunai sebesar Rp915 miliar dan 51 kg emas, Zarof hanya dikenakan pasal gratifikasi dan bukan pasal suap, sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU, Senin 10 Februari 2025.
Baca Juga: Bocoran Opel Frontera: Bodi Berotot dan Lebih Tangguh, Cocok untuk Keluarga Indonesia!
Temuan itu merupakan strategi penyimpangan penegakan hukum, sekaligus modus untuk merintangi penyidikan (obstruction of justice). Pemberian gratifikasi tidak memiliki korelasi dengan posisi dan kapasitas Zarof Ricar, selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA RI.
Dengan dalih apa pun, hal ini dapat dipandang sebagai bentuk kejahatan serius, yang diduga memiliki motif dan mens rea untuk “mengamankan” pemberi suap. Termasuk Sugar Group Companies dan melindungi hakim pemutus perkara, yang menjadi tujuan akhir pemberian uang tersebut sebagai pemangku jabatan yang dapat membuat putusan.
Sekaligus diduga untuk kepentingan menyandera Ketua Mahkamah Agung, Sunarto, yang diduga sebagai salah seorang hakim agung yang menerima suap, dengan maksud agar dapat dikendalikan untuk mengamankan tuntutan kasus-kasus korupsi tertentu yang kontroversial.
Fakta penting ketiga, kesaksian Ronny Bara Pratama, anak Zarof Ricar di muka persidangan pada Senin 28 April 2025, yang pada pokoknya menyatakan jumlah uang yang disita sebenarnya sebesar Rp1,2 triliun, sesuai dengan BAP yang ditandatangani.
Baca Juga: Vietnam-Thailand Waspadalah! Indonesia Mau Ekspor Beras ke Malaysia
Jadi bukan Rp915 miliar sehingga patut dipertanyakan, ke mana sisa uang Rp285 miliar hasil penyitaan tersebut?
Sedangkan fakta keempat, dalam pembuktian dakwaan terhadap terdakwa Zarof Ricar terdapat keganjilan. Sebab JPU ternyata tidak memakai alat bukti dan barang bukti elektronik (electronic evidence) yang berisi data elektronik (email, riwayat browsing, file, foto, video dan lain-lain) yang ditemukan saat penggeledahan di rumah kediaman Zarof Ricar. Baik berupa hand phone, laptop maupun email milik Zarof Ricar, anak-anaknya dan istrinya.
Setelah melakukan penggeledahan, Kejagung seperti ingin menyembunyikan fakta dengan tidak pernah mengumumkan perihal ditemukannya handphone, laptop maupun email milik Zarof Ricar, anak-anak dan istrinya tersebut. ***