nasional

Siti Fadilah Nilai Vaksin TBC dari Gates Foundation Tak Dibutuhkan Indonesia

Senin, 19 Mei 2025 | 17:30 WIB
Siti Fadilah nilai Indonesia tak butuh vaksin TBC Gates Foundation (Foto: instagram/@siti_fadilah_supari)

KONTEKS.CO.ID - Mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, menyatakan bahwa Indonesia sejatinya tidak memerlukan vaksin tuberkulosis (TBC) yang tengah dikembangkan oleh Gates Foundation.

Ia berpendapat bahwa jika program-program Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saat ini dijalankan secara optimal, kebutuhan akan vaksin baru bisa diminimalkan.

“Kalau program Kemenkes sudah berjalan dengan baik, seharusnya kita tidak memerlukan vaksin TBC buatan Bill Gates,” ujar Siti dalam wawancara program One on One yang ditayangkan SindoNews, Senin (19/5/2025).

Baca Juga: Menit-menit Mencekam Mei 1998, Saat BJ Habibie Copot Prabowo Subianto dari Pangkostrad

Salah satu program yang disorot adalah Desa Siaga TBC, inisiatif yang diluncurkan Kemenkes pada 9 Mei 2025.

Menurut Siti, program ini memiliki potensi besar untuk menekan angka penderita TBC, namun perlu dilengkapi dengan pendekatan holistik.

“Pasien TBC perlu diberikan asupan makanan bergizi secara gratis. Selain itu, lingkungan mereka juga harus dibenahi agar mendukung proses penyembuhan,” jelasnya.

Baca Juga: Perusakan Makam Non Muslim, Bupati Bantul Sebut Pelaku Tidak Punya Akal Sehat

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa uji klinis vaksin TBC hasil pengembangan Gates Foundation di Indonesia telah mengikuti standar dan protokol internasional.

Ia menyatakan bahwa keikutsertaan Indonesia dalam uji klinis tahap tiga bertujuan untuk memastikan kecocokan vaksin terhadap karakteristik genetik masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Sekjen Projo Minta Setop Framing Jahat terhadap Budi Arie yang Disebut di Surat Dakwaan Kasus Judi Online

“Setiap populasi bisa memiliki respons imun yang berbeda terhadap vaksin. Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk ikut serta agar bisa mengetahui apakah vaksin ini sesuai atau tidak dengan kondisi kita,” ungkap Budi.

Uji klinis tersebut, jelasnya, telah melewati tahapan awal, yakni fase satu dan dua, sebelum memasuki fase tiga yang biasanya dilakukan lintas negara.

Jika terbukti kurang efektif untuk populasi Indonesia, vaksin ini masih dapat disesuaikan ulang.

Halaman:

Tags

Terkini