nasional

Peras Proyek Pabrik BYD dan VinFast, Preman Indonesia 'Go International'

Selasa, 6 Mei 2025 | 18:11 WIB
Orang dalam perusahaan di China membagikan foto dari pabrik BYD di Thailand. Sedangkan pembangunan pabrik BYD di Indonesia diganggu oleh preman. (carnewschina)

KONTEKS.CO.ID - Pembangunan pabrik mobil listrik BYD asal China dan VinFast dari Vietnam di Subang, Jawa Barat, tak berjalan mulus.

Realisasi pembangunannya memang tak terganjal masalah perizinan. Namun praktik premanisme membuat investor mengeluh.

Laman SCMP, Selasa 6 Mei 2025 melaporkan, BYD dan VinFast menghadapi gangguan dari para "penegak hukum lokal" yang misterius.

Baca Juga: Bastoni: Kami Siap Menderita demi Tiket Final Liga Champions

Media Asing Sebut Preman sebagai Penegak Hukum

Di Indonesia, impian menjadi pusat kekuatan kendaraan listrik di Asia Tenggara berbenturan dengan musuh bebuyutan: kelompok kejahatan terorganisasi preman.

Para penegak hukum misterius ini, yang telah lama menjadi momok bagi pedagang kaki lima dan usaha kecil, kini dituduh mengganggu pabrik senilai USD1 miliar milik produsen kendaraan listrik China, BYD.

Tuduhan yang muncul bulan lalu menyoroti ketegangan yang lebih dalam dalam dorongan modernisasi Indonesia. Muncul pertanyaan, dapatkah pemerintah membasmi gangsterisme yang telah mengakar selama beberapa generasi di bawah perlindungan para pendukungnya yang kuat.

Baca Juga: Polytron G3 dan G3 Plus Resmi Mengaspal, Spek Mobil Listrik Pertama Indonesia Nggak 'Kalengan'

Preman, dengan dugaan hubungan mereka dengan elite politik dan penegak hukum, dapat melacak asal-usul mereka pada era kolonial Belanda. Yakni, saat para penegak hukum lokal digunakan untuk mengekstraksi kekayaan bagi para penjajah.

Kini, mereka telah menjadi kekuatan yang mengakar dalam tatanan ekonomi dan politik negara ini.

Dugaan seputar gangguan di pabrik BYD terungkap pada 20 April, ketika Eddy Soeparno, Wakil Ketua MPR, secara terbuka menyuarakan kekhawatirannya setelah mengunjungi pabrik perakitan BYD di Shenzhen, China.

Baca Juga: Presiden Prabowo Terima Surat Kepercayaan dari 8 Duta Besar Negara Sahabat

“Ada masalah terkait premanisme yang mengganggu pembangunan fasilitas BYD (di Indonesia). Saya kira pemerintah perlu bersikap tegas dalam menangani masalah ini,” kata Soeparno.

Namun, masalah ini tidak terbatas pada BYD. Pembuat kendaraan listrik asal Vietnam, VinFast, yang tengah membangun fasilitas senilai USD200 juta di kompleks industri yang sama dengan BYD di Subang, Jawa Barat, dilaporkan menghadapi gangguan serupa.

“VinFast juga melaporkan adanya gangguan (oleh preman), tetapi saya telah membantu (mereka) dengan berkomunikasi dengan (para pemimpin) daerah setempat,” kata Moeldoko, Ketua Asosiasi Industri Kendaraan Listrik Indonesia.

Baca Juga: Inabuyer B2B2G Expo 2025 Wujud Komitmen Naikkan Kelas UMKM

“Ironisnya, kita butuh lapangan kerja. Ada orang yang datang dan memberi kita (lapangan kerja) tetapi mereka diganggu oleh orang lain. Ini tidak benar,” tandasnya.

Soeparno memperingatkan, preman mengancam ambisi ekonomi Indonesia, termasuk tujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%.

Dengan bertindak terhadap gangster seperti itu, Indonesia akan mengirimkan sinyal kuat kepada dunia bisnis bahwa pemerintah tidak menoleransi tindakan koboi para preman.

Baca Juga: 8 Tahun Tanah Wakaf Terlantar Demi Tol Bocimi

Pejabat dari BYD dan VinFast telah mengecilkan klaim tersebut. “Sejauh ini, seluruh proses persiapan dan pembangunan pabrik berjalan dengan baik,” ungkap Luther Panjaitan, Juru Bicara BYD Motor Indonesia.

Sementara perwakilan VinFast mengatakan pembangunan pabrik perusahaan di Subang berjalan lancar sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Mereka menargetkan operasi pabrik akan dimulai pada bulan Oktober tahun ini.

"Pembangunan juga tetap memperhatikan hukum setempat, termasuk menjaga hubungan baik dan bertanggung jawab dengan masyarakat sekitar," kata perwakilan tersebut.

Baca Juga: 6 Ciri Busi Motor Akan Mati dan Harus Segera Diganti, Nomor 4 Bisa Nguras Kantong

Preman, Warisan Kekuasaan dan Perlindungan

Bagi Ian Wilson, dosen senior di Universitas Murdoch Australia yang menulis buku The Politics of Protection Rackets in Post New-Order Indonesia, isu preman yang mengganggu investasi besar bukanlah hal yang tidak terduga.

"Ketika sebuah perusahaan besar akan masuk ke suatu daerah (di Indonesia), salah satu hal yang biasanya mereka lakukan adalah menemui orang-orang kuat setempat. Lalu mereka akan berinteraksi dengan mereka," katanya. "Sepertinya itu adalah kelalaian atau mereka tidak diberi tahu sebagaimana mestinya, karena (gangsterisme) adalah hal yang biasa di Indonesia."

Wilson menjelaskan, perusahaan sering membayar preman atau menawarkan mereka pekerjaan sebagai satpam atau petugas kebersihan. Namun, berurusan dengan kelompok-kelompok ini menjadi lebih rumit ketika mereka menjadi bagian dari organisasi massa yang kuat, yang dikenal di daerah sebagai ormas.

Baca Juga: Tegas, Jenderal Kopassus: Jokowi Perintahkan Panglima TNI Copot Letjen Kunto Arief Wibowo

“Jika mereka (organisasi) besar … mereka bisa saja terkait dengan politisi atau partai politik, di mana mereka merasa bisa lebih tegas atau lebih agresif,” paparnya.

“Sering kali ketika Anda mendapatkan pemerintahan baru, kelompok-kelompok ini akan saling dorong dan dorong, dan lihat seberapa jauh mereka bisa lolos dari masalah, karena hubungan selalu dikalibrasi ulang setelah pemerintahan baru berkuasa,” ucap

Peran preman khususnya terlihat jelas di bawah kediktatoran Soeharto selama 32 tahun, ketika mereka terpusat di bawah komandonya. 

Baca Juga: Kronologi Kecelakaan Bus ALS di Padang Panjang yang Menelan Belasan Korban Jiwa

“Di masa lalu, para pengusaha tahu bahwa mereka harus menyelesaikan masalah hanya dengan mendatangi Soeharto,” kata Sugeng Teguh Santoso, Ketua Indonesian Police Watch.

Namun sekarang, kekuasaan lebih terfragmentasi. “Ormas memiliki daya tawar,” katanya. “Militer bukan satu-satunya kekuatan yang kuat; sekarang kita memiliki polisi (nasional), polisi kota, dan tokoh masyarakat yang berpengaruh. Pembagian kekuasaan yang merata ini dapat memicu konflik teritorial (antargeng).”

Salah satu alasan menguntungkan mengapa ormas menyasar bisnis besar, kata Sugeng, adalah untuk mengendalikan pengelolaan limbah industri. Sebuah sektor yang bernilai “ratusan miliar” rupiah.

Baca Juga: Ngeri, Belasan Pekerja Warung Kopi di Ponorogo Positif HIV

“Banyak uang beredar di balik ormas yang mengandalkan kekuatan massa,” katanya. “Itulah sebabnya orang-orang menjadi anggota ormas, sehingga mereka bisa mendapatkan uang dengan cepat.” ***

Tags

Terkini