KONTEKS.CO.ID - Era di mana para pelaku kejahatan mulai dari penipu online, pinjaman ilegal (pinjol), hingga penyebar judi online bisa dengan mudah berganti-ganti nomor ponsel untuk meneror masyarakat, kini akan segera berakhir.
Pemerintah secara resmi mengumumkan langkah untuk menghentikan nomor sekali pakai ini dengan mewajibkan penggunaan data biometrik (pengenalan wajah atau face recognition) saat aktivasi kartu SIM perdana.
Bagi jutaan masyarakat yang setiap hari menjadi sasaran spam dan penipuan, kebijakan ini adalah jaminan perlindungan baru. Selama ini, kejahatan digital merajalela karena pelaku bisa membeli dan membuang nomor baru dengan sangat mudah.
Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Edwin Hidayat Abdullah, mengungkap skala masalah yang mengerikan, yakni ada 15 hingga 20 juta nomor telepon seluler baru yang silih berganti aktif setiap bulannya.
Baca Juga: Peneliti: Fenomena Jumlah Perceraian Naik dan Pernikahan Turun di Indonesia Sudah Mengkhawatirkan
"Berarti dalam setahun hampir 200 juta, ada 240 juta kalau 20 juta [nomor baru setiap bulan]," ujar Edwin di Kantor Komdigi, Jakarta, Jumat, 14 November 2025, dikutip tirto.id.
Angka ratusan juta nomor bodong inilah yang menjadi celah keamanan terbesar yang dimanfaatkan para penipu untuk melancarkan aksinya tanpa terlacak.
Untuk menutup lubang raksasa ini, pemerintah kini tidak akan lagi mengandalkan pendaftaran berbasis Kartu Keluarga (KK) semata.
Nantinya, setiap aktivasi baru wajib melalui dua lapis verifikasi melalui KK dan pemindaian wajah. "Makanya dalam waktu dekat... registrasi face recognition kerja sama dengan Dukcapil, apakah akan segera dijalankan? InsyaAllah iya," kata Edwin.
Secara teknis, kebijakan ini akan membuat praktik pinjam data atau "tembak KK" menjadi mustahil. Jika sebelumnya penipu bisa menggunakan data KK orang lain, kini mereka tidak bisa lagi.
"Tapi kalau dengan minjemin muka orang lain, orangnya harus datang [secara fisik]. Tapi InsyaAllah enggak ada orang Indonesia yang seperti itu," terangnya. Verifikasi biometrik ini akan mencocokkan wajah pembeli dengan data foto di KTP elektronik (e-KTP) yang tersimpan di Dukcapil.
Bagi masyarakat umum, proses aktivasi ini diklaim tidak akan merepotkan. Edwin menjamin prosesnya hanya membutuhkan waktu kurang dari 2 menit dan bisa dilakukan melalui dua cara: secara mandiri menggunakan gawai (ponsel) masing-masing, atau dengan mendatangi gerai-gerai resmi operator seluler.
Pemerintah menargetkan kebijakan wajib face recognition ini akan berjalan penuh pada tahun 2026. Saat ini, prosesnya masih bersifat sukarela (voluntarily) sambil menunggu Peraturan Presiden (Perpres) yang sedang digodok bersama Kementerian Hukum disahkan.
Artikel Terkait
Buruan Daftar! Kompetisi Hidden Gem Pariwisata BAKTI Komdigi 2025 Diperpanjang hingga 31 Oktober, Hadiahnya Menggiurkan!
Tiru China, Komdigi Kaji Penerapan Sertifikasi untuk Influencer di Indonesia
Ramai Jual Foto Orang Tanpa Izin di Platform FotoYu, Komdigi Tegaskan Wajib Ada Persetujuan Eksplisit
Mantan Staf Ahli Komdigi Prof Henri Ungkap Penyebab Utama Sulitnya Berantas Judol dan Open BO
Penjelasan Komdigi soal Rencana Pembatasan Game Online PUBG, Bakal Diblokir atau Cuma Diatur?