KONTEKS.CO.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan, tetap bisa usut korupsi BUMN pascalahirnya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) Indonesia dan UU BUMN baru.
Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) R. Narendra Jatna dalam keterangan di Jakarta pada Rabu, 12 November 2025, menjelaskan alasannya.
Naredra mewakili Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan pentingnya pemaknaan revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) dalam membedakan ranah administrasi korporasi dan tindak pidana korupsi (Tipikor).
Baca Juga: Eks Intelijen: Kejagung Belum Lugas Usut Korupsi BUMN Karena Pengaruh Jokowi Masih Bercokol
Narendrabdalam Seminar Nasional “Amandemen UU BUMN: Peran Kejaksaan Pasca Keberadaan Danantara”, mengatakan, kerugian dan keuntungan BUMN pada dasarnya merupakan kerugian dan keuntungan BUMN dalam lingkup administrasi korporasi.
Menurut dia, hal itu berdasarkan penafsiran hukum (legal interpretation) yang krusial. Hal ini diperkuat dengan penjelasan Pasal 4B UU BUMN baru.
Pasal 4B secara autentik menyatakan bahwa setiap keuntungan atau kerugian yang dialami BUMN bukan merupakan keuntungan atau kerugian negara.
Baca Juga: ICW Ungkap 212 Kasus Korupsi BUMN pada 2016-2023, 349 Pejabat Jadi Tersangka dan Negara Rugi Rp64 T
Meskipun secara administrasi kerugian BUMN bukan merupakan kerugian negara, kata Narendra, hukum pidana memiliki otonomi untuk memberikan pengertian yang berbeda (De Autonomie van het Materiele Strafrecht).
Ia menjelaskan, kerugian BUMN dapat ditarik menjadi bagian lingkup definisi kerugian negara dalam tindak pidana korupsi.
Itu menjadi ranah korupsi sepanjang kerugian BUMN tersebut timbul karena adanya actus reus (perbuatan materiil pidana) dan mens rea (niat jahat berupa kesalahan) yang memenuhi rumusan delik pidana.
Baca Juga: Sidang Korupsi Pertamina: Hanung Budya Jadi Saksi Dugaan Korupsi Terminal BBM Riza Chalid
“Artinya, jika kerugian BUMN timbul karena adanya niat jahat yang diwujudkan dengan perbuatan melawan hukum, kerugian BUMN tersebut secara mutatis mutandis tetap menjadi lingkup dari kerugian negara dalam tindak pidana korupsi berdasarkan kaidah hukum pidana,” ujarnya.
Narendra lebih lanjut menyikapi keberadaan lembaga baru Danantara sebagai Strategic Investment Manager yang bertugas meningkatkan dan mengoptimalkan investasi, operasional BUMN, serta sumber dana lain.
Ia menyampaikan, Kejaksaan RI melalui Jaksa Pengacara Negara (JPN), juga memainkan peran penting dalam penyelesaian sengketa perdata BUMN.
Sesuai Pasal 87F UU BUMN, dalam penyelesaian sengketa melalui mediator yang ditunjuk oleh BP BUMN, JPN dapat menduduki posisi netral dan Kejaksaan melalui Adhyaksa Chambers dapat menjadi choice of law sebagai mediator.
Ia menegaskan bahwa karakteristik BUMN tidak hanya untuk memperoleh keuntungan (profit oriented) tetapi juga menjalankan pelayanan masyarakat dan mewujudkan kesejahteraan umum serta keadilan sosial, termasuk melalui Penugasan Khusus (unprofitable).
"Oleh karena itu, sinergi antara entitas seperti BP BUMN, Danantara, dan Kejaksaan sangat penting untuk memastikan tata kelola BUMN yang baik," katanya.***
Artikel Terkait
ICW Ungkap 212 Kasus Korupsi BUMN pada 2016-2023, 349 Pejabat Jadi Tersangka dan Negara Rugi Rp64 T
Sidang Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah, Mantan Dirut Pertamina Karen Ngaku Kenal dengan Anaknya Riza Chalid
Belum Sentuh Bos Adaro, Kejagung Dinilai Masih Setengah Hati Bongkar Korupsi Minyak Mentah Pertamina
Eks Intelijen: Kejagung Belum Lugas Usut Korupsi BUMN Karena Pengaruh Jokowi Masih Bercokol
IAW Minta Kejagung Periksa Atya Irdita Sardadi, Istri Kerry Adrianto Terdakwa Korupsi Minyak Mentah