KONTEKS.CO.ID – Pakar hukum pidana Prof Romli Atmasasmita menilai tekad Presiden Prabowo sikat mafia karena angka kebocoran penerimaan negara sangat fantastis.
Prof Romli dalam pernyataan pada Kamis, 6 November 2025, menyampaikan, sungguh dapat dipahami jika Presiden Prabowo Subianto bertekad membasmi kegiatan ilegal di segala bidang kehidupan.
"Termasuk lingkungan hidup dan sumber daya alam," ujar Prof Romli.
Baca Juga: Prabowo Gencar Sikat Koruptor, Prof Romli: Praktik Mafia Indonesia Tak Jauh Beda dengan Italia
Ia menegaskan, tidak mustahil kebocoran penerimaan akibat ulah mafia itu memberikan keuntungan para oknum puluhan ribu triliun jika berlangsung selama 78 tahun.
Menurut Prof Romli, dana tersebut digunakan untuk memengaruhi struktur dan mekanisme organisasi pemerintah suatu negara.
Fenomena mafia di Indonesia terjadi seiring semakin suburnya persaingan dalam aktivitas bisnis dan dunia usaha pada umumnya, termasuk kegiatan impor dan ekspor serta bidang kepabeanan dan perpajakan.
Prof Romli menyampaikan, jika ditarik mundur ke era Orde Baru (Orba), kegiatan mafia teroganisasi ini dapat digolongkan sebagai subversif atau insubordinasi terhadap pemerintah atau negara.
"Pelaku-pelakunya dapat diancam hukuman mati serta harta kekayaannya dirampas untuk negara tanpa tersisa, baik melalui UU TPPU atau UU Perampasan Aset Tindak Pidana," ujarnya.
Pembentukan lembaga penegak hukum yang independen seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kompolnas dan Komjak, untuk menjaga lembaga penegak hukum bekerja secara profesional dan bertanggung jawab, baik kepada masyarakat maupun kepada negara.
Baca Juga: Purbaya Bocorkan Operasi Rahasia! Akan Ada Penangkapan Mafia Besar-Besaran, Siapa yang Kena?
Namun demikian, keluhan masyarakat terhadap kinerja lembaga penegak hukum, termasuk hakim tetapi jalan di tempat dan seolah tidak pernah terjadi sesuatu yang meresahkan masyarakat luas.
Laporan pengaduan masyarakat kepada kepolisian pada level kapolsek atau kapolresta sering tidak dilayani dengan baik dan bahkan kerap terjadi pelapor kemudian ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik atau penghinaan.
"Lika liku penegakan hukum dalam praktik di Indonesia tampak ganjil, pelapor pencemaran nama baik ditetapkan sebagai tersangka," ujarnya.
Menuruf Prof Romli, mirisnya lagi, korban pencurian harus menebus hartanya dengan sejumlah uang sementara pelaku tindak pidana korupsi dilaporkan sebagai pencucian uang sesuai UU akan tetapi tanpa kejelasan.
"Mengenai tindak pidana asal (predicate offense) juga masih dapat dilaporkan dan ditindaklanjuti sekalipun menurut UU TPUU harus didasarkan indikasi hasil tindak pidana," katanya.***
Artikel Terkait
Mafia Penyelundupan Diduga Kuasai Pelabuhan, Panda Nababan Tantang Kinerja Dirjen Bea Cukai Baru
Bongkar Dugaan 'Mafia' di Kemendes, Sri Radjasa Tunjukkan Surat Perjanjian Bayar Rp10 Juta untuk Jadi TPP
Purbaya Bocorkan Operasi Rahasia! Akan Ada Penangkapan Mafia Besar-Besaran, Siapa yang Kena?
Babak Akhir Mafia Gula: Sembilan Bos Importir Divonis 4 Tahun Penjara, Uang Korupsi Rp337 Miliar Dikembalikan ke Negara
Prabowo Gencar Sikat Koruptor, Prof Romli: Praktik Mafia Indonesia Tak Jauh Beda dengan Italia