KONTEKS.CO.ID - Puluhan orang yang mengatasnamakan Forum Santri Nusantara (Bandung Raya) menggelar aksi di depan rumah mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil di kawasan elite Ciumbuleuit, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa, 14 Oktober 2025.
Massa datang dengan satu tuntutan tegas yakni mendesak istri Ridwan Kamil yang juga Anggota Komisi VIII DPR RI, Atalia Praratya dipecat dari keanggotaan parlemen.
Mereka menilai pernyataan Atalia soal penggunaan APBN untuk membangun ulang Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, sebagai bentuk ketidakpekaan moral terhadap korban tragedi dan komunitas santri secara luas.
Baca Juga: Kemenag Kaji Pembangunan Ulang Gedung Ponpes Al-Khoziny, Pakai APBN atau Swasta?
Akar kemarahan bermula dari pernyataan Atalia yang mendesak pemerintah mengaji ulang rencana penggunaan dana APBN untuk merehabilitasi fasilitas pesantren tersebut. Alasan Atalia yakni mekanisme anggaran harus transparan, adil, dan tidak menimbulkan kecemburuan sosial.
Bagi Forum Santri Nusantara, pernyataan itu bukan sekadar kritik teknis anggaran melainkan pukulan terhadap keberadaan pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan.
“Kami menyampaikan duka mendalam atas musibah di Pondok Pesantren Al Khoziny yang menelan korban jiwa para santri. Namun kami juga menyesalkan pernyataan Ibu Atalia yang menyoroti rencana penggunaan APBN untuk membangun kembali pesantren tersebut. Sikap itu tidak konstruktif secara kebijakan dan berpotensi menimbulkan stigma negatif terhadap pesantren,” teriak salah satu orator di tengah aksi.
Baca Juga: Prihatin Tragedi Ambruknya Musala Ponpes Al Khoziny, MPR: Pelajaran bagi Pengelola Pendidikan
Massa menyebut pandangan Atalia diskriminatif dan tidak memahami posisi negara sebagai penjamin pendidikan agama, sebagaimana amanat Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
“Penggunaan APBN bukanlah hadiah, namun tanggung jawab negara terhadap warga yang menjadi korban bencana,” timpal orator aksi.
Sementara itu, koordinator aksi Riki Ramdan menilai sikap Atalia bukan hanya tidak sensitif, akan tetapi juga keliru secara politik dan hukum. Menurut dia, anggota DPR seharusnya memperkuat fungsi pengawasan teknis terhadap pelaksanaan anggaran, bukan memperkeruh ruang publik dengan pernyataan yang berpotensi menyudutkan pesantren.
“Aksi hari ini adalah bentuk solidaritas terhadap Pesantren Al Khoziny, yang sedang dipertaruhkan legalitasnya oleh negara. Pernyataan yang muncul dari legislatif telah membentuk opini seolah-olah terjadi pelanggaran berat di tubuh pesantren tersebut. Ini menciptakan pandangan buruk terhadap pesantren di mata masyarakat,” tegas Riki.
Baca Juga: Kemenag Kaji Pembangunan Ulang Gedung Ponpes Al-Khoziny, Pakai APBN atau Swasta?
Artikel Terkait
FSGI Tolak Rencana Bangun Ulang Ponpes Al Khoziny Pakai APBN: Jangan Hadiahi Pelaku Lalai
Prihatin Tragedi Ambruknya Musala Ponpes Al Khoziny, MPR: Pelajaran bagi Pengelola Pendidikan
50 Jenazah Korban Ponpes Al Khoziny Berhasil Teridentifikasi, 11 Masih Diproses Termasuk 5 Potongan Tubuh
Kemenag Kaji Pembangunan Ulang Gedung Ponpes Al-Khoziny, Pakai APBN atau Swasta?