“TNI adalah institusi yang memiliki tradisi panjang dalam menjaga disiplin, loyalitas, dan profesionalisme. Menyederhanakan dinamika internalnya hanya pada isu kedekatan politik adalah bentuk simplifikasi yang tidak mencerminkan kompleksitas dan tanggung jawab besar yang diemban para prajurit,” ujarnya.
“Komisi I DPR RI terbuka terhadap masukan, namun juga berkewajiban menjaga marwah institusi pertahanan agar tidak terjebak dalam narasi yang tidak akurat,” tambah dia.
Komisi I DPR lanjutnya, akan terus memastikan agar proses pembinaan prajurit TNI berjalan sesuai prinsip profesionalisme dan meritokrasi. Transparansi dan akuntabilitas, kata dia, menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan publik terhadap militer Indonesia.
“Ke depan, kami akan terus memastikan bahwa TNI menjalankan fungsi pembinaan personel secara transparan, akuntabel, dan sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalisme yang menjadi fondasi utama dalam menjaga kedaulatan dan keamanan negara,” pungkasnya.
Sebelumnya, langkah Presiden Prabowo Subianto yang memerintahkan Panglima TNI dan kepala staf angkatan untuk tidak memperhitungkan senioritas melainkan mementingkan prestasi, pengabdian, dan cinta tanah air dalam seleksi kepemimpinan di tubuh TNI menuai kritik dari Koalisi Masyarakat Sipil.
Pernyataan tersebut dinilai membingungkan bagi prajurit dalam menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2025.
"Koalisi menilai pernyaataan Presiden itu keliru dan tidak tepat. Persoalan mutasi dan promosi itu saat ini adalah karena politisasi yang kental di dalam tubuh TNI sehingga kenaikan pangkat dan jabatan lebih karena faktor politis dan kedekatan politik," tulisnya dalam siaran pers, Rabu, 8 Oktober 2025.
Masalah yang terjadi terkait mutasi dan promosi menurutnya, bukan masalah senior dan junior yang tidak berpengalaman namun masalah utamanya adalah politik, di mana sejak era Presiden Jokowi dan sampai saat ini pertimbangan promosi prajurit TNI lebih banyak karena kedekatan politik.
"Dalam konteks itu, meritokrasi tidak bekerja dan berjalan karena intervensi kekuasaan lebih dominan ketimbang kompetensi, pengalaman dan profesionalitas," terangnya.
Koalisi memandang, sejak awal Presiden Prabowo telah mengabaikan prinsip meritokrasi dan justru menjadikan faktor kedekatan dan kesetiaan pada kekuasaan dirinya, tanpa mempertimbangkan prestasi, untuk melakukan mutasi dan promosi di tubuh TNI.***
Artikel Terkait
Seragam TNI Ramai Dibahas, DPR: Tak Dilibatkan tapi Santai aja! Harga dan Anggaran Sama
Soroti Pergantian Warna Seragam TNI, Komisi I DPR: Perlu Penjelasan Terbuka agar Publik Tak Salah Paham
Gugur Jelang HUT ke-80 TNI, Pratu Johan Alfarizi dan Praka Zaenal Mutaqim Dapat Kenaikan Pangkat Luar Biasa
Momen Pilot Uji TNI AU Pertama Kalinya Terbangkan Jet KF-21
Mutasi Perwira TNI Kental Muatan Politis, Koalisi Masyarakat Sipil: Prabowo Abaikan Prinsip Meritokrasi