KONTEKS.CO.ID - Asia Tenggara atau ASEAN menghadapi peningkatan ancaman teror digital seiring maraknya radikalisasi, perekrutan, dan pendanaan kelompok ekstremis melalui dunia maya.
Laporan keamanan terbaru menegaskan, kamp pelatihan fisik dan ceramah tatap muka kini tak lagi diperlukan untuk menyebarkan ideologi teror.
Singapura dalam penilaian terbarunya memperingatkan tren mengkhawatirkan individu yang terekspos kelompok ekstremis lewat media sosial.
Kondisi ini meningkatkan risiko serangan domestik sekaligus mempersulit upaya kontra-terorisme.
Menurut Global Terrorism Index 2025, Indonesia, Filipina, Myanmar, dan Thailand masih termasuk negara paling terdampak di kawasan.
Meski skor Jakarta dan Manila membaik, ancaman digital tetap sulit diabaikan.
Baca Juga: BGN Benarkan Baki Makan Bergizi Gratis Mengandung Lemak Babi, BPOM Bungkam
Kelompok ekstremis juga memanfaatkan ekonomi digital Asia Tenggara, termasuk industri gim daring yang diproyeksikan bernilai USD15,21 miliar pada 2033.
Minimnya regulasi membuat platform ini rawan dipakai untuk penggalangan dana anonim, pencucian uang, dan transfer ilegal.
Meski demikian, ada catatan positif. Sejak 2023, Indonesia mencatat fenomena “zero attack”, sementara kelompok Jemaah Islamiyah menyatakan resmi bubar tahun lalu.
Di Filipina, sebagian sayap bersenjata MILF (Moro Islamic Liberation Front) mulai didemobilisasi.
Namun, situasi global tetap memicu kerentanan. Perang Israel di Gaza dan narasi ketidakadilan di dunia Muslim memperkuat propaganda ekstremis di platform digital.
Artikel Terkait
Pecah Perang di ASEAN: Kaki Tentara Thailand Buntung Kena Ranjau, Jet Tempur F-16 Thailand Bombardir Kamboja
Marcella Zalianty Terseret Teror Sihir Pelakor Asmara Abigail, Siap Tayang Akhir Bulan Juli Ini!
PM Anwar Ibrahim Ungkap ASEAN Ingin Indonesia Kembali Kondusif
Rudal KHAN Bawa Indonesia Unggul di ASEAN
Jaksa Agung Se-ASEAN Deklarasikan Komitmen Lawan Kejahatan Lintas Negara