• Senin, 22 Desember 2025

Dokter Piprim Sebut Tak Bisa Lagi Tangani Pasien Jantung BPJS di RSCM Gegara Kemenkes

Photo Author
- Sabtu, 23 Agustus 2025 | 12:01 WIB
Dokter subpesialis jantung anak, dr Piprim Basarah Yanuarso. (KONTEKS.CO.ID/Dok IG dr Piprim)
Dokter subpesialis jantung anak, dr Piprim Basarah Yanuarso. (KONTEKS.CO.ID/Dok IG dr Piprim)
KONTEKS.CO.ID – Dokter subpesialis jantung anak, dr Piprim Basarah Yanuarso, mengumumkan tak bisa lagi melayani pasien pengguna BPJS di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. 
 
Piprim dalam unggahan di akun instagram @dr.piprim dikutip pada Sabtu, 23 Agustus 2025, mengaku konsekuensi ini terjadi usai mengkritisi kebijakan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dinilai melanggar azas meritokrasi terhadap seorang Aparatur Sipil Negara (ASN). 
 
Ia menyampaikan pernyataan tersebut pada Jumat, 22 Agustus 2025 dan memutasi aktivitas pelayanan kesehatan BPJS-nya ke Rumah Sakit (FS) Fatmawati Jakarta.
 
 
Pencabutan kewenangan dr Piprim yang merupakan Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini, berdampak bukan hanya pada akses layanan pasien jantung anak di RSCM, tapi juga pendidikan calon dokter subspesialis jantung anak yang masih sangat terbatas jumlahnya di Indonesia.
 
"Kepada Ayah Bunda yang menjadi pasien-pasien saya di RSCM, dengan berat hati saya mengumumkan mulai hari ini saya tidak bisa lagi melayani putra-putri Bapak Ibu yang sakit jantung di RSCM, baik di PJT maupun Kiara," kata dr Piprim dalam unggahannya. 
 
Ia mengatakan, saat ini akun praktik BPJS miliknya sudah ditutup. Konsekuensinya, tidak bisa lagi melayani pasien BPJS yang mayoritas dari kalangan kurang mampu. 
 
Namun demikian, atas arahan direksi rumah sakit, Piprim diharapkan masih bisa melayani pasien di RSCM Kencana, tepatnya di poli swasta. 
 
"Artinya Bapak Ibu yang putra putrinya ingin dilayani oleh saya, harus membayar kira kira Rp4 juta dengan echo dan pemeriksaan di RSCM Kencana," katanya.
 
 
dr Piprim memahami kondisi ini tentunya akan sangat berat bagi orang tua yang anaknya sedang menjalani perawatannya. 
 
Ia mengaku sudah 28 tahun melayani pasien anak di RSCM. Selama rentang waktu tersebut, ia mengatakan, sebagian besarnya adalah pasien BPJS.
 
Namun karena kemelut dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terkait independensi dan pengambilalihan kolegium, ia pun menolak mutasi yang tidak prosedural.
 
Menurutnya, mutasi dadakan tersebut tanpa adanya lolos butuh dan pemberitahuan sebelumnya. Ia secara tiba-tiba dipaksa dimutasikan ke (RS) Fatmawati.
 
"Saya menolak dengan tegas cara-cara yang melanggar azas meritokrasi terhadap seorang ASN maka akibatnya akun saya dibekukan untuk melayani BPJS," tuturnya.
 
Lantas kepada para pasien yang sudah terjadwal untuk dilayani melalui BPJS, ia mengatakan, dengan adanya kebijakan ini maka dirinya tidak bisa lagi melakukan pelayanan medis.
 
 
"Saya mohon maaf untuk tidak bisa lagi melayani anak-anak Bapak Ibu sekalian di RSCM dengan BPJS," ujarnya dengan nada bergetar.
 
Ia menyampaikan, kalau para orang tua dan anak-ananya ingin dilayani, terpaksa harus membayar dengan tarif swasta yang mungkin bisa sampai ratusan juta rupiah.
 
Sebagai seorang dokter yang sudah 28 tahun mengabdi di RSCM, dr Piprim merasa sangat berat hati karena tak bisa melayani masyarakat luas, khususnya para pengguna layanan BPJS.
 
"Namun apa boleh buat ini ketentuan dari Kementerian Kesehatan," ujarnya.
 
Seorang dosen dan dokter spesialis anak senior, dr Piprim memiliki kepakaran subspesialis jantung anak
 
 
Saat ini, dokter anak dengan kompetensi tambahan subspesialis jantung anak baru berjumlah 70 orang se-Indonesia. 
 
Selain melayani masyarakat melalui layanan medis di RSCM, dr Piprim tercatat sebagai pendidik bagi calon dokter spesialis anak dan subspesialis jantung anak di Indonesia. 
 
Saat ini, hanya ada 4 center pendidikan yang bisa mencetak subspesialis jantung anak, yang tertua FKUI RSCM. Sementara itu, RS Fatmawati tidak menyelenggarakan pendidikan bagi calon dokter subspesialis jantung anak.
 
Sebelumnya, dr Piprim secara tegas menyatakan bahawa mutasi yang dialaminya ini sebagai bentuk hukuman kepada para pengurus IDAI yang secara konsisten menentang pengambilalihan Kolegium, termasuk Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Setiawan Konteks

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X