• Minggu, 21 Desember 2025

Ternyata Ini Alasan KPK Gunakan Sprindik Umum dalam Kasus Korupsi Kuota Haji

Photo Author
- Sabtu, 9 Agustus 2025 | 16:32 WIB
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu (Foto: ubharajaya.ac.id)
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu (Foto: ubharajaya.ac.id)

KONTEKS.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap alasan penggunaan surat perintah penyidikan (sprindik) umum dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota haji.

Itu artinya, belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, padahal kasus tersebut telah naik tahap ke penyidikan.

Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, penggunaan sprindik umum dilakukan agar penyidik memiliki ruang lebih luas untuk mendalami kasus ini.

Baca Juga: Penyidik KPK Kejar Tokoh di Balik Pemberi Perintah Perkara Korupsi Kuota Haji

"Kami penyidik memilih untuk menggunakan sprindik umum karena kami masih ingin mendalami beberapa peran dari sejumlah pihak," kata Asep, Sabtu 9 Agustus 2025.

Dengan menggunakan sprindik umum itu pula KPK dapat lebih leluasa memanggil saksi maupun melakukan tindakan upaya paksa lainnya. "Sehingga perkara ini bisa menjadi lebih terang," imbuh dia.

Pada proses penyelidikan sebelumnya diakui Asep, KPK memiliki keterbatasan hukum, salah satunya belum melakukan penggeledahan atau penyitaan.

"Maka dari itu, kami melihat perlunya pengumpulan bukti yang lebih banyak sebelum menentukan siapa yang akan ditetapkan sebagai tersangka," tandasnya.

KPK sebelumnya telah meningkatkan kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji ke tahap penyidikan setelah memeriksa mantan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas.

Baca Juga: KPK Panggil Eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam Kasus Kuota Haji Kamis Besok

Peningkatan tahap perkara dugaan korupsi pada Kementerian Agama tahun 2023–2024 itu dilakukan setelah menemukan peristiwa pidananya.

Asep mengungkapkan, penyidikan kasus korupsi kuota haji dan penyelenggaraan ibadah haji tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.

“Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,” tutup Asep.***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rizki Adiputra

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X