• Senin, 22 Desember 2025

Banyak Lokalisasi seperti Macao Po Ditutup, tapi Jumlah PSK di Indonesia Tetap Luar Biasa

Photo Author
- Senin, 12 Mei 2025 | 07:00 WIB
Jumlah pekerja seks komersial atau PSK di Indonesia masih tinggi, meskipun lokalisasi semacam Macao Pao ditutup. (Pixabay)
Jumlah pekerja seks komersial atau PSK di Indonesia masih tinggi, meskipun lokalisasi semacam Macao Pao ditutup. (Pixabay)

KONTEKS.CO.ID - Bisnis esek-esek di Indonesia menjadi ladang mencari rupiah yang tak lekang dimakan zaman. Meskipun sudah banyak lokalisasi prostitusi semacam Macao Po yang ditutup, toh praktik ini terus berlangsung.

Hal itu bisa dilihat dari data jumlah pekerja seks komersial (PSK) yang mencapai ratusan ribu orang.

Kementerian Sosial pada 2018 lalu mengungkapkan, Indonesia menjadi negara dengan jumlah lokalisasi terbanyak sejagad. 

Baca Juga: 12 Mei 1998: Jangan Lupakan Tragedi Trisakti, Pembuka Jalan Era Reformasi

Sejak 2013, pemerintah sudah membubarkan 122 dari 168 lokalisasi yang tersedia di berbagai provinsi, kabupaten dan kota di Tanah Air.

Direktur Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang Kemensos, Sonny Manalu, pada April 2013, menyebutkan, sejak 2013, sudah berdiri 168 lokalisasi yang tersebar di 24 provinsi dan 76 kabupaten/kota.

Data itu bersumber dari seluruh dinas sosial provinsi dan berbagai sumber lainnya. "Informasi dari berbagai sumber di luar negeri, Indonesia jadi negara yang paling banyak lokalisasinya. Jumlah perempuan penghuni lokalisasi mencapai 40.000 orang," kata Sonny saat Rakornas Penanganan Prostitusi dan Supporting Penutupan Lokalisasi di Jakarta, Kamis 19 April 2018.

Baca Juga: Pesan Damai Paus Leo XIV di Regina Coeli: Jangan Pernah Perang Lagi!

Sementara itu, Koordinator Nasional Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) mengungkapkan, pada 2019 jumlah PSK perempuan di Tanah Air angkanya sekitar 230.000 orang.

Melansir laman komnasham.go.id, angka ini sangat besar. Terlebih jumlah itu belum termasuk PSK pria dan transgender.

Ada banyak alasan mengapa individu pada akhirnya memutuskan terjun ke dunia jasa layanan ranjang. 

Baca Juga: KM 3 Putra Dihantam Badai Tenggelam di Bengkulu, 7 Wisawatan Tewas

Psikolog dan dosen di Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Eunike Sri Tyas Suci, pernah menggelar penelitian di lokasi Resosialisasi Wanita Tuna Susila atau WTS di Kota Yogyakarta. Kini tempat tersebut sudah disulap menjadi Terminal Penumpang Giwangan Yogyakarta.

Lokasinya dekat dengan Kampung Sanggrahan, Kotagede, Kota Yogyakarta, sehingga lebih terkenal dengan nama Resos Sanggrahan.

Di sini Eunike melakukan wawancara beberapa PSK untuk bahan penelitian tesis gelar masternya di Brown University di AS. 

Baca Juga: KM 3 Putra Dihantam Badai Tenggelam di Bengkulu, 7 Wisawatan Tewas

Berdasarkan studi itu, dia mendapatkan data kondisi psikososial tertentu pada diri pekerja seks. "Seseorang menjadi PSK umumnya (salah satunya) karena keputusan sadar dan rasional. Ini untuk mendapatkan apa yang ia mau," tuturnya, mengutip Senin 12 Mei 2025.

Dikabarkan sebelumnya, lokalisasi prostitusi di Jakarta di awali dengan kehadiran Macao Po di depan Stasiun Beos Kota.

Saat itu, mucikari atau germonya mendatangkan perempuan pekerjanya langsung dari Makau China. Sementara pelanggannya adalah pejabat Belanda dan taipan China. ***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Iqbal Marsya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X