KONTEKS.CO.ID - Dewan Pers menyentil kementerian dan lembaga di lingkungan pemerintah lebih banyak belanja iklan buat medsos dan konten kreator.
Dewan Pers menilai bahwa kebijakan belanja iklan pemerintah seperti itu perlu dikaji ulang.
Hal ini agar bisa membantu menyelamatkan industri media yang tengah mengalami penurunan signifikan.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi dunia media yang kian terdesak akibat dominasi platform digital.
Ia meminta pemerintah tidak sekadar melihat media dari sisi bisnis, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan serta keselamatan para pekerja pers.
“Perlu perhatian serius dari pemerintah terhadap situasi ini,” ucap Ninik Rahayu.
“Fokusnya bukan cuma pada kelangsungan usaha media, tapi juga pada hak-hak jurnalis,” kata Ninik.
Hal itu disampaikannya dalam acara peringatan ‘Hari Kebebasan Pers Sedunia’ di Taman Ismail Marzuki, akhir pekan kemarin.
Ninik mengkritik pola kemitraan antara pemerintah dan media yang dinilainya belum proporsional.
Dia menyayangkan anggaran publikasi yang lebih banyak dialirkan ke media sosial dan influencer ketimbang ke media arus utama.
“Saya berharap pola kerja sama diperbaiki. Jangan hanya membelanjakan dana iklan untuk YouTuber atau media sosial,” kata Ninik yang segera habis masa jabatannya di periode Dewan Pers.
“Media konvensional juga berhak mendapat dukungan—tentu saja dengan catatan, berita tidak boleh dibeli,” katanya.
Menurutnya, media harus tetap menjaga independensinya dan tidak menjadi corong pihak mana pun, termasuk pemerintah.
Ia menolak adanya perlakuan khusus kepada media yang hanya memuat informasi yang mendukung citra pemerintah.
Artikel Terkait
PWI Pusat: Kasus Direktur JakTV Harus Melalui Dewan Pers, Bukan Langsung Ditangkap
Dewan Pers Bakal Periksa Etik Direktur Pemberitaan JakTV Usai Jadi Tersangka Kejagung