KONTEKS.CO.ID - Penetapan tersangka dan penahanan Tian Bahtiar sebagai Direktur Pemberitaan Jak TV bersama advokat Marcella Santoso dan Junaedi Saibih masih menimbulkan polemik.
Bagi pekerja media massa di Indonesia, penetapan tersangkap Tian Bahtiar pada perkara perintangan penyidikan berdasarkan alat bukti konten berita adalah kesewenangan kekuasaan Kejaksaan Agung (Kejagung).
"(Yang dilakukan) aparat Kejagung menimbulkan kekhawatiran bagi pekerja media, perusahaan media dan kelompok masyarakat sipil lainnya," ungkap Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), Erick Tanjung, dalam keterangan tertulisnya, mengutip Minggu 27 April 2025.
Baca Juga: Ester dan Rinov-Pitha Sempurnakan Kemenangan Indonesia atas Inggris: 5-0
Kejagung diketahui sudah menetapkan tiga tersangka perintangan penyidikan kasus timah dan impor gula.
Erick menggarisbawahi, pemberitaan media tak memiliki hubungan terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam penyidikan atau penuntutan.
“Pengabaian atas mekanisme penilaian etik akan berpotensi mengafirmasi indikasi praktik kriminalisasi atas ekosistem kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers,” ucapnya, melansir Minggu 27 April 2025.
Baca Juga: Preview Duel Panas Nottingham Forest Vs Manchester City: Demi Trofi Pelipur Lara
Penggunaan konten media sebagai alat bukti pidana seharusnya melibatkan Dewan Pers untuk menilai. KKJ juga mendorong Kejaksaan Agung untuk meninjau ulang penggunaan delik pidana serta membuka akses terhadap konten media yang dijadikan alat bukti.
"Ini supaya publik juga bisa menilai apakah konten itu memenuhi unsur ? Atau ini sekadar kritik atas proses hukum (yang berjalan)," katanya.
Menurut dia, aparat hukum harus berhati-hati mengunakan Pasal 21 Undang-Undang (UU) Tipikor dalam penanganan kasus. Aturan itu dimanfaatkab sebagai pasal karet terhadap kritik publik pada proses penegakan hukum.
Baca Juga: CoreLab Promedia Siap Melimpir ke Kota Serang: Ajak Mahasiswa Kenali Dunia Content Creator
"Menggunakan Pasal 21 UU Tipikor secara serampangan juga bakal mengganggu kebebasan berekspresi dalam menyampaikan pendapat," tegasnya.
Sementara, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar membantah menjadikan direktur pemberitaan Jak TV sebagai sikap antikritik Kejagung. “Kejaksaan tidak pernah antikritik, harus digaris bawah itu,” bantah Harli, pada Selasa 22 April 2025.
Tian Bahtiar jadi tersangka lantaran pemufakatan jahat bersama dua pengacara Marcella Santoso dan Junaedi Saibih. Ketiganya diduga mengorkestrasi pemberitaan negatif tentang sejumlah perkara yang tengah Kejagung garap.
Baca Juga: Preview Juventus Vs Monza: Upasaya Si Nyonya Tua Kembali ke Jalur Kemenangan
Dijelaskannya, Tian Bahtiar diduga melakukan tindak pidana secara pribadi menyalahgunakan jabatannya selaku Direktur Pemberitaan Jak TV.
“Dia mendapat uang atas nama pribadi, bukan selaku Direktur Jak TV. Sebab tidak ada kontrak tertulis dengan perusahaan,” ujar Harli konferensi pers penangkapan ketiganya di Gedung Kejagung, Selasa 22 April 2025 dinihari. ***
Artikel Terkait
PWI Pusat: Kasus Direktur JakTV Harus Melalui Dewan Pers, Bukan Langsung Ditangkap
Buntut Suap Hakim Puluhan Miliar, Pengamat Desak Kejagung Segera Jerat Wilmar Group sebagai Pelaku Kejahatan Korporasi
Lewat Aksi Penyadapan, Kejagung Bongkar Pemufakatan Jahat Advokat dan Petinggi Media
Pengacara yang Gugat Ijazah Palsu Jokowi Jadi Tersangka
Dewan Pers Bakal Periksa Etik Direktur Pemberitaan JakTV Usai Jadi Tersangka Kejagung