• Minggu, 21 Desember 2025

Amerika Serikat Keluhkan Kebijakan Halal di Indonesia

Photo Author
- Jumat, 25 April 2025 | 21:15 WIB
Tampak logo halal yang berlaku di Indonesia. Foto: kemenag
Tampak logo halal yang berlaku di Indonesia. Foto: kemenag

KONTEKS.CO.ID - Kebijakan produk halal di Indonesia kini menjadi sorotan setelah Amerika Serikat mengkritiknya.

Negeri adidaya itu menganggap kebijakan halal sebagai hambatan perdagangan non-tarif.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia menekankan pentingnya sertifikasi halal sebagai bentuk perlindungan konsumen Muslim.

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, Pemerintah Indonesia memandang sertifikasi halal sebagai bentuk perlindungan konsumen dan kepastian hukum.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024, yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014, dijelaskan semua produk yang beredar, masuk, dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal.

Hal yang dikecualikan adalah produk yang mengandung bahan haram, yang wajib diberi label “non-halal” (Pasal 2 ayat 1–3).

Peraturan ini mencakup seluruh proses, mulai penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, hingga distribusi.

Pemerintah juga mengatur secara ketat fasilitas dan tempat produksi halal harus terpisah dari yang non-halal, baik secara fisik maupun prosedur operasional.

Penerapan Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) dimaksudkan untuk memastikan seluruh proses berjalan secara konsisten dan terintegrasi, di bawah pengawasan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Pemerintah menerapkan regulasi ini dengan tujuan memberikan kepercayaan kepada konsumen dan mendorong pelaku usaha untuk mengikuti prinsip syariah dalam produksi.

AS Menilai Regulasi Terlalu Rumit

Di sisi lain, Amerika Serikat melalui USTR (Perwakilan Dagang AS) memandang kebijakan halal Indonesia sebagai hambatan bagi produk asing untuk masuk ke pasar domestik.

Dalam Laporan Hambatan Perdagangan 2025, AS mengkritik proses regulasi halal Indonesia sebagai tidak transparan dan minim konsultasi publik.

Banyak regulasi, seperti Keputusan Menteri Agama No. 748/2021 dan No. 816/2024, diterapkan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Selain itu, prosedur akreditasi untuk lembaga sertifikasi halal asing dinilai rumit dan membebani.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ari DP

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X