Seluruh perusahaan tersebut dikenal Haniv cukup dekat. Dalam budget proposal tersebut, dicantumkan rekening BRI dan nomor handphone atas nama Feby Paramita dengan permintaan uang sejumlah Rp150 juta.
"Atas email permintaan tersebut terdapat transfer masuk ke rekening BRI 486301003762502 milik Feby Paramita yang diidentifikasi terkait dengan pemberian gratifikasi yang berasal dari wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus maupun dari pegawai KPP Penanaman Modal Asing 3 sebesar Rp300 juta," jelas Asep.
Kemudian, periode 2016-2017, seluruh dana masuk ke rekening BRI milik Feby Paramita terkait dengan pelaksanaan seluruh fashion show FH Pour Homme by Feby Haniv.
Baca Juga: Jadi Pemateri Retret, Menteri Maman Ajak Kepala Daerah Optimalkan Belanja Daerah Dukung UMKM
Asalnya, dari perusahaan ataupun perorangan yang menjadi wajib pajak (WP) dari Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus dengan besaran Rp387 juta.
Sementara, dana yang berasal dari bukan wajib pajak mencapai Rp417 juta hingga dia berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp804 juta.
Kemudian, pada periode 2014-2022 Haniv diduga beberapa kali menerima sejumlah uang dalam bentuk valas dollar Amerika Serikat (AS) dari beberapa pihak terkait melalui Budi Satria Atmadi yang kini belum terungkap identitasnya.
Selanjutnya, Asep menyebut Budi melakukan penempatan deposito pada BPR menggunakan nama pihak lain dengan jumlah yang sudah diketahui sebesar Rp10.347.010.000.
Baca Juga: Prabowo: Siapa Bilang Indonesia Gelap? Ekonomi Kita Akan Melesat!
Akhirnya, dia melakukan pencairan seluruh deposito ke rekening Haniv sejumlah Rp14.088.834.634.
Lalu, Haniv melakukan transaksi keuangan pada rekening-rekening miliknya melalui perusahaan valuta asing.
Juga dengan para pihak yang bekerja pada perusahaan valuta asing, keseluruhan sejumlah Rp6.665.006.000. Hal itu terjadi pada periode 2013-2018.
Diduga, Haniv menerima total penerimaan gratifikasi dari berbagai sumber mencapai Rp21.560.840.634 (sekitar Rp21 miliar), yang berasal dari uang sponsorship fashion show, transaksi valas, dan deposito BPR.
Baca Juga: Kuota Haji Reguler 2025 Sudah Terisi 53 Persen
Atas perbuatannya, Haniv diduga melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Artikel Terkait
Prabowo: Siapa Bilang Indonesia Gelap? Ekonomi Kita Akan Melesat!
Kuota Haji Reguler 2025 Sudah Terisi 53 Persen
Jadi Pemateri Retret, Menteri Maman Ajak Kepala Daerah Optimalkan Belanja Daerah Dukung UMKM
10 Kepala Daerah dari PDIP Asal Bali Dipastikan Tak Ikut Retret, Ini Alasannya
Kasus Pertamax Oplosan, Pertamina Minta Masyarakat Jangan Khawatir