KONTEKS.CO.ID - Penyakit autoimun lagi jadi sorotan global, dan angkanya terus naik. Di Indonesia, Kemenkes memperkirakan lebih dari 2,5 juta orang hidup dengan kondisi ini.
Autoimun terjadi ketika sistem imun yang seharusnya jadi “bodyguard” malah balik menyerang sel sehat.
Saat ini, lebih dari 100 jenis autoimun sudah teridentifikasi mulai dari yang menyerang organ tertentu sampai yang berdampak pada seluruh tubuh, seperti kulit, sendi, paru-paru, usus, saraf, hingga tiroid.
Baca Juga: Day KCA Awards ke 30: Siapa Saja Pemenang Terfavorit Tahun Ini?
Faktor Risiko Autoimun: Kok Bisa Terjadi?
Autoimun tidak muncul secara tiba-tiba. Kombinasi genetik, lingkungan, stres berkepanjangan, hormon tidak seimbang, sampai paparan polusi atau zat kimia, semuanya bisa memicu.
Perempuan usia produktif tercatat punya risiko lebih tinggi, terutama jika ada riwayat keluarga.
“Faktor hormonal dan biologis punya peran besar,” jelas dr. Syahrizal, Sp.PD, Subsp.A.I (K), D.
Gejala yang Sering Dianggap Sepele
Setiap orang bisa punya gejala berbeda, tapi beberapa tanda paling umum antara lain:
- Kelelahan ekstrem,
- Nyeri atau bengkak sendi,
- Ruam atau kulit sensitif terhadap matahari,
- Gangguan pencernaan berulang,
- Demam tanpa sebab jelas.
Banyak yang telat menyadari. dr. Syahrizal mengingatkan, “Kalau keluhan muncul terus-menerus, segera konsultasi. Diagnosis dini sangat menentukan keberhasilan terapi.”
Kenapa Perempuan Lebih Rentan?
Data Global Autoimmune Institute menunjukkan 78% pasien autoimun adalah perempuan.
Hal ini berkaitan dengan kromosom X tambahan, fluktuasi estrogen, dan respons imun yang cenderung lebih aktif.