Petani mengandalkan pupuk organik dari cangkang kopi dan kotoran sapi, tanpa campuran zat kimia, demi menjaga kesuburan tanah sekaligus kelestarian lingkungan.
Di lereng-lereng pegunungan Gayo, para petani membangun lahan terasering untuk menanam kopi.
Pohon kopi biasanya tumbuh di bawah naungan pohon pelindung seperti alpukat, jeruk, atau lamtorogung.
Sistem ini tidak hanya melindungi tanaman dari teriknya matahari, tetapi juga memperkaya tanah dengan bahan organik alami dari sisa pemangkasan pohon pelindung.
Baca Juga: Usai Sri Mulyani Lengser dari Kemenkeu, Saham Rokok Langsung Naik Belasan Persen
Proses pemangkasan cabang juga menjadi tradisi penting dalam budidaya Kopi Gayo.
Petani rutin memangkas cabang yang tidak produktif agar pohon tetap sehat dan berukuran ideal sekitar 1,8 meter.
Dengan cara ini, pohon kopi tetap kokoh, mudah dipanen, dan mampu menghasilkan biji berkualitas tinggi.
Baca Juga: Usai Sri Mulyani Lengser dari Kemenkeu, Saham Rokok Langsung Naik Belasan Persen
Lebih dari sekadar minuman, Kopi Arabika Gayo adalah warisan budaya sekaligus simbol ketekunan masyarakat Gayo.
Dari tangan-tangan petani hingga meja pecinta kopi di berbagai negara, setiap cangkir Kopi Gayo menyimpan cerita tentang alam, tradisi, dan keuletan rakyat Aceh dalam menjaga salah satu kekayaan nusantara.***