kontekstory

Gebrakan Soemarno Sosroatmodjo, Gubernur DKI Kakek Bimbim Slank Bangun Perumahan Murah di Jakarta

Senin, 7 Agustus 2023 | 08:00 WIB
Kakek Bimbim Slank adalah Gubernur Pertama Jakarta, Dr. Soemarno Sosroatmodjo. (courtesy of National Archives of Singapore/konteks.co.id/ratih nugraini)

Baca Juga: Tan Malaka Ahli Penyamaran: 22 Tahun dalam Pelarian, 23 Nama Samaran

Apalagi Presiden Soekarno ikut turun langsung guna memantau kondisi ibu kota pasca banjir. Presiden lalu memberikan tantangan lain pada gubernur.

Bangun Landmark, Gelar Event


-
Patung Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia, salah satu ikon Jakarta yang dibangun Soemarno Sosroatmodjo menjabat Gubernur DKI Jakarta pada 1962. (Wikimedia Commons)

Presiden ingin menjadikan Jakarta sebagai kota teladan bagi daerah-daerah lain di Indonesia, sekaligus mercusuar dunia ketiga di kancah internasional.

Baca Juga: Gaya Bisnis Starbucks, Praktik Bank Berkedok Gerai Kopi yang Menakutkan Industri Perbankan Dunia

Untuk itulah Presiden Sukarno memerintahkan pembangunan besar-besaran sejumlah landmark Jakarta. Di antaranya membangun Monumen Nasional (Monas), stadion dan kompleks olahraga GBK di Senayan, Patung Selamat Datang, Patung Pahlawan (Tugu Tani), Proyek Ancol, Proyek Senen, dan seterusnya.

Presiden Soekarno juga menghendaki Jakarta bersih karena akan menggelar sejumlah event besar bertaraf dunia, seperti Asian Games dan Games of the New Emerging Forces (Ganefo) 1962.

Event Ganefo jadi tantangan berat Gubernur Jakarta. Karena saat itu Indonesia sedang galak-galaknya terhadap negara-negara liberal, tengah berkonfrontasi pula dengan Malaysia. Belum lagi urusan pembebasan Irian Barat.

Baca Juga: Syarifah Nawawi, Kasih Tak Sampai Tan Malaka Sang Bapak Republik

Dalam mengatasi masalah kebersihan, Soemarno menerapkan sejumlah kebijakan.

Salah satunya adalah menginstruksikan petugas kebersihan "beraksi" menjelang subuh. Tujuannya agar jalan-jalan di ibu kota sudah bersih sebelum warga ke luar rumah untuk beraktivitas.

Ia juga menggalakkan lomba kebersihan antar stasiun kereta api dan antar toko. Nyaris semua warga ia libatkan dalam program gerakan kebersihan ini.

Baca Juga: Perampok Legendaris Kusni Kasdut, Pejuang Kecewa yang Memilih Jalan Dosa

Selain itu, setiap pukul 08.00 WIB  sirene akan berbunyi di berbagai tempat. Seluruh orang, termasuk mereka yang ada di dalam mobil, harus turun untuk membersihkan jalan di sekitarnya selama beberapa menit.

Rumah Murah Masyarakat Bawah

Prestasi monumental Soemarno Sosroatmodjo adalah saat Presiden Soekarno memberikan amanat baru yang lebih kompleks.

“Marno, sebagai pemimpin kamu harus mampu berpikir tentang apa yang bisa kamu perbuat untuk rakyatmu lima puluh tahun yang akan datang. Kamu harus mampu membayangkan apa yang dibutuhkan oleh rakyatmu, rakyat Jakarta. Bukan untuk satu atau dua tahun ke depan, tapi lima puluh atau seratus tahun ke depan,” ujar Soekarno.

Baca Juga: GANEFO, Olimpiade Ciptaan Soekarno yang Kontroversial, Bukti Ada Politik dalam Olahraga

Soemarno menjawab amanat Soekarno dengan membuat kebijakan terkait kebutuhan rakyat Jakarta akan tempat tinggal yang layak. Ia menggagas perumahan untuk rakyat, yang dikenal dengan program rumah minimum.

"Kalau kita bisa menyelenggarakan Asian Games, maka sayang sekali kalau kita tidak bisa menyelesaikan soal perumahan." kata Soemarno kepada wartawan Star Weekly.

Konsepnya adalah rumah dengan luas bangunan 90 meter persegi yang terdiri dari 2 lantai. Bangunan itu berdiri di atas tanah seluas 100 meter persegi.

Baca Juga: 160 Tahun Louis Vuitton, Brand Termahal di Dunia yang Berawal dari Koper Ciptaan Gelandangan

Sasarannya adalah masyarakat menengah ke bawah, terutama untuk kaum pekerja. Area proyek rumah minimum adalah lokasi yang berdekatan dengan tempat kerja dan area perbelanjaan.

Oleh sebab itu, Soemarno mengimbau kepada perkantoran, pabrik, atau pusat perbelanjaan agar membantu penyediaan lahan untuk tujuan ini.

Beberapa lokasi pertama pembangunan rumah minimum era Soemarno antara lain adalah Raden Saleh (Jakarta Pusat), Karang Anyar (Jakarta Pusat), Tanjung Priok (Jakarta Utara), dan Bandengan Selatan (Jakarta Utara).

Baca Juga: Politik Identitas Rezim Orba Terhadap Umat Islam, Dari Penculikan Hingga Larangan Jilbab

Pertimbangan Soemarno membangun di beberapa wilayah tersebut adalah dekat dengan pusat aktivitas kerja rakyat dan sentra ekonomi. Selain itu, lokasi-lokasi tersebut juga sempat cukup lama terbengkalai karena hancur akibat kebakaran.

Lantaran sasaran utamanya adalah masyarakat menengah ke bawah, maka harga yang jualnya pun sangat terjangkau. Pemerintah Jakarta memasok lahan murah dan mengembangkannya dengan menggandeng perusahaan swasta.

Soemarno yakin rumah merupakan kebutuhan dasar rakyat Jakarta dan tugas utama pemerintah adalah menyediakannya.

Baca Juga: Hukum di Masa Rezim Orba: Nestapa Sengkon Karta, Divonis Tanpa Bersalah Lalu Menderita Sampai Meninggal

Tetapi ada kalanya upaya Soemarno untuk membebaskan lahan tidak selalu berhasil, salah satunya di kawasan Pulo Mas (Jakarta Timur). Namun program rintisan Soemarno ini telah memberikan manfaat bagi warga Jakarta dalam jangka waktu yang lama.

Karier Surut Loyalis Soekarno

Soemarno sempat merangkap jabatan sebagai Menteri Dalam Negeri RI pada 27 Agustus 1964 - 28 Maret 1966 atas perintah Presiden.

Namun setelah tragedi G 30S PKI meletus pada 30 September 1965 dan kekuasaan Orde Lama tumbang, karier loyalis Soekarno ini ikut surut.

Baca Juga: Doktrin Politik Rezim Orba Melalui Film Horor dan Keruntuhan Film Indonesia Lewat Monopoli Bioskop

Pada 28 April 1966, atau berselang sebulan setelah tidak lagi menjabat Mendagri, Soemarno juga lengser dari kursi Gubernur Jakarta. Penggantinya adalah wakilnya, Henk Ngantung, yang juga seorang seniman.

Soemarno Sosroatmodjo wafat di Jakarta pada 9 Januari 1991 dalam usia 79 tahun.

Atas pengabdiannya melayani masyarakat Kalimantan selama bertugas sebagai dokter, nama kakek Bimbim Slank ini diabadikan sebagai nama dua rumah sakit di Tanjung Selor dan Kapuas. ***

Halaman:

Tags

Terkini