KONTEKS.CO.ID - Menyebut nama Leonardus Benjamin Moerdani, orang akan langsung teringat sosok seorang jenderal tempur yang misterius. Raja intel Benny Moerdani pernah terlibat dalam berbagai palagan tempur, mulai dari tahun 1945, PRRI/Permesta, hingga pembebasan Irian Barat.
Setelah itu, karier militernya lebih banyak di lingkup intelijen. Itu sebabnya Benny dikenal sebagai Raja Intel di Indonesia.
Saat menjadi jenderal yang berpengaruh di badan intelijen, Benny kerap menunjukkan wajah dingin, pelit senyum, irit bicara, dan sorot mata yang tajam mengintimidasi.
Baca Juga: Cerita singkat GSG-9, Polisi Jerman Tempat Luhut Panjaitan dan Prabowo Menimba Ilmu Antiteror
Namun di balik tampilan yang angker sempurna itu, sosok raja intel Benny Moerdani ternyata bisa juga melawak. Tidak tanggung-tanggung, yang Benny ajak bercanda adalah seniornya, jenderal pula.
Dalam buku "Benny Moerdani yang Belum Terungkap" yang terbitan Tim Tempo, ada kisah lucu tentang Benny mengerjai seniornya.
Ceritanya, pada November 1972 Presiden Soeharto dan Ibu Tien tengah berkunjung ke enam negara di Eropa, salah satunya ke Italia.
Dalam sebuah acara yang digelar di Wisma Duta Kedutaan Besar Republik Indonesia di Roma, seorang fotografer baru selesai memotret Presiden Soeharto Ibu Tien yang tampil di tengah para mahasiswa Indonesia. Benny Moerdani juga hadir di acara itu.
Baca Juga: Paradoks Luhut Panjaitan: Tak Pernah Telat Naik Pangkat, Namun 'Nangis' di Jabatan
Benny yang saat sesi foto duduk bersila di depan Ibu Tien langsung bangkit dan menghampiri Tjokropranolo, Sekretaris Militer Presiden. Tjokropranolo yang kelak menjadi Gubernur DKI dan pensiun bintang tiga adalah mantan ajudan Jenderal Besar Soedirman sekaligus senior Benny.
Sembari lewat, Benny Moerdani menyelipkan sesuatu di saku dada jas hitam Tjokropranolo. “Ini suvenir dari Roma,” ujar Benny kepada Tjokropranolo.
Penasaran, Tjokropranolo pun mencabut kain bermotif garis hitam-putih berbentuk sapu tangan. Begitu lipatan terurai, ternyata sehelai bikini.
“Kurang ajar kowe,” kata Tjokropranolo kepada Benny.
Baca Juga: Sejarah The North Face: Berawal dari Toko Outdoor yang Salah Lokasi, Empat Kali Ganti Pemilik, Hingga Berkibar di Paris Fashion Week
Benny, mantan Panglima ABRI 1983-1988 ini langsung berlari ke pojok ruangan. Dari jauh Benny menyahut, “Maaf Pak, isinya tidak terbawa.”
Melihat tingkah laku anak buahnya, Presiden Soeharto dan Ibu Tien tertawa terpingkal-pingkal. Begitu juga dengan Ibu Tien. Begitu juga para tamu jamuan makan di Wisma Duta.
Kegaduhan karena ulah Benny Moerdani itu, masih tulis Tempo, masih terekam dalam ingatan R Haryoseputro. Saat itu, Haryoseputro adalah Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Eropa. Haryoseputro mengenal sosok Benny yang ternyata nakal dan penuh kejutan.
Baca Juga: Ruud Gullit Si Bunga Tulip Hitam, Kisah Pesepakbola Paling Komplit Sepanjang Masa
“Dia sedikit bicara dan wajahnya selalu serius dengan sorot mata tajam. Di balik itu, tersimpan kehangatan dan keakraban,” ujar mantan Wakil Pemimpin Redaksi Suara Karya itu.
Penugasan di Korsel
Saat berkunjung ke Italia pada November 1972, Benny meninggalkan tugas utamanya sebagai Konsul Jenderal Republik Indonesia di Seoul, Korea Selatan (Korsel). Dia menjadi advanced group kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto. Benny mulai bertugas di Seoul sejak pertengahan Februari 1970.
Masih menurut buku "Benny Moerdani yang Belum Terungkap", Benny Moerdani praktis tak punya persiapan.
Baca Juga: Sejarah Rumah Sriwijaya: Monumen Keteguhan Hati Bu Fat yang Menjadi Cagar Budaya
Ia semula mengira dipertahankan di Kuala Lumpur. Sebab, saat menghadap Presiden pada akhir 1969, Presiden Soeharto tampak serius menyimak laporannya dari Malaysia. Tapi ternyata kemudian ia di tempatkan di Korsel sebagai Konsul.
Wakil Ketua Dewan Direktur CSIS Clara Joewono teringat saat atasannya, Soedjono Hoemardani, membantu membuatkan surat rekomendasi kepada Presiden Korsel (saat itu) Park Chung-Hee.
“Pak Benny diperkenalkan sebagai kolonel. Tapi, kurang dari dua hari, pangkatnya sudah brigadir jenderal,” kata Clara.
Baca Juga: Kisah Brutal Neo Nazi Era Kini: 10 Pembunuhan, 15 Perampokan Bank, dan Tiga Serangan Bom
Awalnya, Korsel adalah negara yang amat asing bagi Benny. Tapi pemegang Bintang Sakti ini berprinsip, jika ingin mengetahui isi hati suatu bangsa harus lewat bahasanya. Itu sebabnya Benny memutuskan belajar bahasa Korea.
Benny Moerdani memang suka mempelajari bahasa asing sejak remaja. Dalam waktu setengah tahun, berkat ketekunan berlatih, ia sudah memahami dan cukup mahir berkomunikasi dalam bahasa tersebut.
Berbekal penguasaan bahasa, Benny Moerdani intensif menjalin hubungan dengan semua kalangan. Ia menyapa warga, berbicara di depan mahasiswa, bertemu dengan pejabat setempat, dan mengajak para pebisnis Korea Selatan berinvestasi ke Indonesia.
Baca Juga: Sejarah Gelar Haji: Cuma Ada di Indonesia, Awalnya Taktik Kolonial Belanda Redam Perlawanan
Bahkan Benny Moerdani bisa akrab dengan Presiden Korea Selatan Park Chung-Hee. Soal ini tertuang di buku biografinya, Benny Moerdani, Profil Prajurit Negarawan. Mengutip buku tersebut, Benny berujar “Tak tahu mengapa, setiap kali saya datang, Presiden Park ekstra-ramah.” ***