kabar-baik

Dipecat di Indonesia, Dokter Bedah Saraf Zainal Muttaqin Justru Dapat Gelar Profesor di Jepang

Minggu, 25 Mei 2025 | 05:52 WIB
Profesor Zainal Muttaqin. (Istimewa)

KONTEKS.CO.ID - Prof Dr dr Zainal Muttaqin, seorang ahli bedah saraf dengan spesialisasi pada kasus epilepsi, saat ini menjabat sebagai 'Clinical Professor' di Universitas Kagoshima, Jepang.

Penunjukan tersebut berlaku sejak 1 April 2023 hingga 2026 dan dituangkan secara resmi dalam surat dari Fakultas Kedokteran Universitas Kagoshima.

Jabatan ini diberikan sebagai bentuk apresiasi atas keahlian dan kontribusinya di bidang kedokteran, khususnya bedah saraf.

Di Jepang, jabatan profesor merupakan posisi akademik tertinggi yang mencerminkan pengakuan terhadap kapabilitas ilmiah dan profesional seseorang.

Seorang profesor klinis tidak hanya mengajar, tetapi juga aktif meneliti serta berperan dalam pengembangan keilmuan dan praktik profesional di institusi pendidikan tinggi.

Jabatan ini bukan gelar akademik seperti S1, S2, atau S3, melainkan posisi fungsional yang mensyaratkan pengalaman panjang dalam pengajaran dan penelitian. Di banyak negara, termasuk Jepang, profesor klinis juga dapat menjalankan praktik medis di luar kampus.

Baca Juga: Tulisan Opini Bikin Menkes Tersinggung, Dokter Bedah Saraf Dipecat RSUP Kariadi Semarang

Walau diberhentikan dari RSUP Dr Kariadi Semarang pada April 2023, Prof Zainal masih menjabat sebagai guru besar di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan tetap berpraktik di Semarang Medical Center Telogorejo.

Penunjukannya sebagai profesor di Jepang memperkuat reputasinya sebagai tenaga medis dan akademisi yang diakui secara internasional.

Pemecatan Zainal sebagai dokter mitra di RS Vertikal milik Kemenkes ini terjadi pada 6 April 2023.

Keputusan tersebut muncul setelah Zainal secara terbuka mengkritik beberapa kebijakan Kementerian Kesehatan, terutama yang berkaitan dengan RUU Kesehatan.

Beberapa poin kritik yang disampaikan Zainal adalah rencana pengalihan kewenangan penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran ke Kemenkes, yang menurutnya dapat melemahkan mekanisme pengawasan kompetensi dokter.

Ia menilai STR tidak boleh berlaku seumur hidup karena kompetensi medis harus terus dinilai dan diperbarui untuk melindungi pasien.

Baca Juga: Istana Sebut Sedang Cari Jalan Keluar Soal Desakan Pencopotan Menkes Budi Gunadi Sadikin

Halaman:

Tags

Terkini