KONTEKS CO.ID - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai pemerintah masih belum mampu menjaga tata kelola fiskal sepanjang 2025. Ia menyebut sejumlah kebijakan ekonomi yang diambil tidak konsisten dan tidak mencerminkan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Kalau boleh saya bilang, negara kita dikelola seperti warung. Itu yang salah sebenarnya,” Ujar Nailul Huda dalam diskusi Menteng Club Economic Outlook 2026 di Cikini, Jakarta, pada Kamis, 4 Desember 2025.
Huda menyoroti kebijakan pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen ke 12 persen yang akhirnya di batalkan menjelang akhir tahun. Menurutnya, kebijakan itu memperlihatkan lemahnya perencanaan pendapatan negara.
Baca Juga: Gempa Dalam Getarkan Depok Pagi Buta, Ini Penjelasan BMKG
Penerimaan pajak tahun ini merupakan yang terendah dalam tiga tahun terakhir, dengan prediksi rasio pajak berada di bawah 10 persen. Kondisi tersebut dinilai berbahaya karena pemerintah membutuhkan dana besar untuk membiayai program nasional.
Pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) yang turun menjadi hanya 17 persen dari belanja negara. Padahal, menurutnya, TKD sebelumnya berada kisaran 25–30 persen.
Dengan pemangkasan tersebut, pemerintah daerah menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), termasuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yang kemudian memicu keluhan masyarakat.
Baca Juga: Saat Wapres Gibran ke Lokoasi Bencana di Kabupaten Agam dan Sebut Warga Tak Sendiri
“Besaran PBB naik lumayan besar. Kita dengar ada yang sampai 1000 persen. Itu meledak,” Ujar Hailul Huda.
Celios menilai pemerintah tidak mampu menjalankan pengelolaan fiskal secara efektif. Ia menyebut program core tax gagal, sementara kebijakan pajak justru menekan masyarakat.
Pelemahan daya beli menjadi dampak paling terasa di masyarakat. Ia mengungkapkan bahwa angka pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat 32 persen, dengan lebih dari 70 ribu pekerja terdampak.
Laporan: Najwa Salabila.***