Fluktuasi harga tersebut mendorong kilang Pakistan menerapkan strategi pengadaan yang lebih fleksibel.
Mereka berganti antara minyak sawit mentah (CPO), RBD olein, dan minyak nabati lunak sesuai kebutuhan biaya.
Di sisi lain, kebijakan energi di negara produsen juga berpengaruh terhadap ketersediaan ekspor.
Program biodiesel B40 Indonesia, yang mencampurkan 40 persen bahan bakar berbasis sawit, menyerap 1,2 hingga 1,7 juta ton CPO per tahun dan memperketat pasokan ekspor.
Martono menyarankan Pakistan meniru langkah Indonesia dalam diversifikasi energi.
“Program biodiesel B5–B10 di Pakistan bisa mendiversifikasi sumber energi, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, dan menghemat devisa tanpa mengganggu pasokan minyak nabati untuk rumah tangga,” katanya.
Dalam hal keterlacakan, rantai pasok minyak sawit Indonesia telah beroperasi di bawah sistem pemantauan ketat berbasis pemerintah dan pasar.
Baca Juga: Alasan Israel Ajukan Banding atas Penolakan 6 Atlet Senam oleh Indonesia
“Hampir semua kilang besar yang mengekspor ke Pakistan sudah mempublikasikan daftar pabrik dan log pengaduan mereka secara daring,” kata Eddy Martono.
“Bagi pembeli, ini berarti impor kini disertai data asal yang dapat diaudit secara digital, bukan hanya kepercayaan semata,” ujar Martono.***