KONTEKS.CO.ID - Industri sawit berkelanjutan Indonesia kini menjadi contoh bagi negara lain, termasuk Pakistan, dalam mengelola industri minyak nabati yang ramah lingkungan dan efisien.
Sebagian besar kapasitas penyulingan di Indonesia kini berada di bawah perusahaan yang menerapkan kebijakan No Deforestation, No Peat, No Exploitation (NDPE).
Langkah ini memastikan keterlacakan hingga ke tingkat pabrik, verifikasi pemasok, serta mekanisme pengaduan yang ketat.
Baca Juga: Prof Laksanto Ungkap Alasan Bahasa Belanda Harus Tetap Jadi Mata Kuliah Wajib di FH
Dengan demikian, sebagian besar minyak sawit yang masuk ke Pakistan sudah melewati protokol keberlanjutan yang komprehensif.
Dampak kebijakan itu terlihat nyata. Berdasarkan pemantauan satelit Nusantara Atlas, konversi lahan terkait sawit menurun sembilan persen pada 2024.
Sementara Global Forest Watch mencatat penurunan kehilangan hutan primer Indonesia sebesar 11 persen, bahkan saat fenomena El Nino terjadi.
Baca Juga: Jangan Sampai Baterai Mobil Listrik Cepat Rusak! Ini Tips Ampuhnya
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menilai capaian ini menunjukkan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan.
Pendekatan itu yang dapat dijadikan contoh bagi sektor agribisnis Pakistan.
Tren global turut memengaruhi strategi impor minyak nabati Pakistan.
Baca Juga: DE JURE: Komjak Restui Kejaksaan Sengaja Ulur Waktu Eksekusi Silfester Matutina
Menurut Martono, perbedaan harga antara minyak sawit dan minyak nabati lunak sangat fluktuatif.
“Awal 2025, harga minyak bunga matahari dan kedelai sempat lebih murah dari minyak sawit, tapi pada April, minyak sawit kembali memiliki selisih harga sekitar USD50 lebih rendah per ton dibandingkan minyak kedelai,” ujarnya.