KONTEKS.CO.ID – Harga minyak sawit mentah, minyak nabati paling banyak digunakan di dunia, diperkirakan naik sekitar 15 persen hingga melampaui 5.000 ringgit (sekitar Rp19,8 juta) per ton pada akhir 2025.
Prediksi itu disampaikan Dorab Mistry, Direktur Godrej International Ltd sekaligus pedagang senior yang telah lebih dari tiga dekade berkecimpung di pasar minyak nabati.
“Harga bisa naik hingga 5.500 ringgit pada kuartal pertama tahun depan jika Indonesia benar-benar meningkatkan campuran biodiesel dalam solar menjadi 50 persen,” kata Mistry dalam konferensi di Kolombia, Selasa (23/9/2025).
Baca Juga: Polda Metro Intensifkan Patroli Skala Besar: 50 Personel Keliling Jakarta Pagi hingga Malam
Ia menegaskan, skenario tersebut akan mendorong harga ke level tertinggi sejak Juni 2022.
“Jika Indonesia menerapkan B50, itu akan menyebabkan kekurangan minyak sawit yang tajam dan memicu lonjakan harga,” ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg.
Menurutnya, produksi minyak sawit global saat ini stagnan, dengan pertumbuhan produktivitas mendekati nol bahkan negatif.
Komoditas minyak nabati lain seperti kedelai, bunga matahari, dan rapeseed juga tidak mengalami ekspansi karena harga biji minyak yang rendah.
Di Indonesia, kebijakan penyitaan “perkebunan swasta yang tidak sepenuhnya legal” disebut ikut menekan produksi, sementara di Malaysia banyak pohon sawit menua tanpa peremajaan yang memadai.
Mistry memperingatkan kombinasi faktor tersebut bisa memperburuk kondisi pasokan.
Baca Juga: Rumor Transfer Rizky Ridho ke Terengganu FC Menguat, Mauricio Souza Hanya Bisa Ikhlas
Ia pun menyerukan agar Indonesia mempertimbangkan kembali moratorium pembukaan perkebunan baru.
“Larangan membuka kebun baru membuat produksi stagnan. Tanpa investasi, sulit mengimbangi permintaan yang terus tumbuh,” tuturnya.