KONTEKS.CO.ID - Presiden Donald Trump kembali mengobarkan ketegangan ekonomi global dengan menandatangani perintah eksekutif yang memberlakukan tarif impor sebesar 25% bagi negara mana pun yang membeli minyak dari Venezuela.
Keputusan ini mulai berlaku pada 2 April 2025 dan menyasar pembelian langsung maupun tidak langsung melalui pihak ketiga.
Langkah ini disebut sebagai bagian dari strategi AS untuk menekan pemerintahan Nicolás Maduro, yang dinilai Trump sebagai ancaman bagi keamanan nasional dan kebijakan luar negeri AS.
Baca Juga: Tarif Trump Lebih Lunak dari Dugaan, Saham Asia Langsung Terbang
Tuduhan AS: Venezuela Kirim Anggota Geng ke Amerika
Tak hanya soal minyak, Trump sebelumnya juga menuding bahwa Caracas secara diam-diam mengirim puluhan ribu anggota geng ke AS, sebuah klaim yang semakin memanaskan hubungan kedua negara.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menegaskan bahwa Washington tidak akan tinggal diam terhadap negara atau perusahaan mana pun yang berbisnis dengan pemerintahan Maduro.
"Ini adalah rezim yang mencurangi pemilu, menjarah rakyatnya, dan bersekongkol dengan musuh-musuh kami," ujar Rubio dalam pernyataannya di media sosial X, seperti dikutip Anadolu, Rabu, 26 Maret 2025.
Baca Juga: Petugas Palang Pintu Kereta Lalai, KA Batara Kresna Tabrak Mobil, Empat Pemudik Tewas
Rubio juga memperingatkan bahwa negara yang tetap mengizinkan perusahaan minyaknya untuk mengekstraksi dan mengekspor minyak Venezuela akan terkena tarif tambahan, bahkan berpotensi menghadapi sanksi.
Dampak Global: Eskalasi Perang Dagang?
Keputusan ini diprediksi akan menambah panas situasi geopolitik dan ekonomi global. Banyak negara, terutama Tiongkok, Rusia, dan beberapa negara Asia, masih mengandalkan minyak Venezuela meski ada embargo AS.
Jika tarif benar-benar diterapkan, maka ketegangan ekonomi antara AS dan negara-negara tersebut bisa semakin meningkat.
Baca Juga: Tak Terima Kalah dari Indonesia, Pelatih Bahrain Klaim Timnya Pantas Imbang
Sementara itu, investor tengah mencermati bagaimana kebijakan ini akan memengaruhi harga minyak dunia dan hubungan dagang AS dengan sekutunya.
Jika banyak negara terkena imbas tarif ini, bukan tak mungkin AS harus menghadapi gelombang balasan tarif dari berbagai negara. ***