KONTEKS.CO.ID - Indonesia akan memulai babak baru dalam upaya pengurangan emisi karbon dengan membuka Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) untuk pembeli asing mulai 20 Januari 2025.
Langkah ini diharapkan dapat mempercepat pencapaian target penurunan emisi sekaligus meningkatkan investasi hijau di dalam negeri.
Menurut Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, perdagangan karbon memang dimaksudkan untuk mencapai target NDC (National Determined Target). NDC merujuk pada target pengurangan emisi karbon yang ditetapkan setiap negara untuk mencegah perubahan iklim.
Baca Juga: Darurat! Pakar Prediksi Gempa dan Tsunami Super-Kuat Bisa Terjadi Pekan Depan di Jepang
Perdagangan karbon memungkinkan satu negara menjual kredit karbon untuk mengurangi emisi sekaligus mendapatkan pendanaan. "Dengan begitu, perdagangan karbon akan meningkatkan perekonomian melalui mekanisme harga karbon," kata Faisol lewat rilis Kementerian Lingkungan Hidup, dikutip Rabu 15 Januari 2025.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, semua proyek yang terdaftar di lantai bursa berasal dari sektor energi. Menariknya, dari semua proyek energi yang terdaftar, sebagian besar masih berasal dari sektor energi fosil.
Dua proyek merupakan pembangkit listrik bahan bakar gas, yaitu dari PT Pembangkitan Jawa Bali Unit Muara Karang dan PT PLN Indonesia Power Priok Blok 4. Satu proyek pembangkit bahan bakar gas dari PLTMG Sumbagut 2 Peaker dengan nilai karbon 700.000 ton CO2 ekuivalen masih dalam proses verifikasi.
Baca Juga: Ngeri, di Tengah Lautan si Jago Merah Muncul Tornado Api di Kebakaran Los Angeles
Dua proyek lain berasal dari proyek konversi pembangkit single cycle ke double cycle, dari PT PLN Indonesia Power dan PT Pembangkitan Jawa Bali Unit Muara Tawar.
Cuma satu energi terbarukan, dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Gunung Wugul PT PLN Indonesia Power. Kredit-nya pun kecil, total 12.932, 5.000 perdagangan internasional.
Minimnya jumlah karbon terdaftar dari sektor energi terbarukan dan banyak yang dari gas ini memantik perhatian pakar.
Managing Director Energy Shift, Putra Adhiguna, menyayangkan hal tersebut mengingat dunia semakin peka terhadap kredibilitas karbon yang diperdagangkan. "Akan menjadi perhatian dunia mengapa Indonesia memperdagangkan kredit untuk penggunaan PLTG yang tidak lazim di dunia mengingat gas juga menghasilkan emisi tinggi," katanya.
Banyaknya kredit dari gas dan konversi ke double cycle membuatnya bertanya-tanya, apakah kredit karbon tersebut akan laku.***
Artikel Terkait
Belarusia Jajaki Peluang Perdagangan Karbon
Dana Emisi Karbon Sumbang APBD Kaltim Rp500 Miliar Lebih
Berkat Co-Firing, PLN Tekan 1 Juta Ton Emisi Karbon Sepanjang 2023
Soal Pembangunan Rendah Karbon, Gibran: Jangan Bergantung Energi Fosil
Aplikasi Opsigo Gandeng Jejakin Integrasikan Perhitungan Emisi Karbon Perjalanan Dinas