Apalagi jika dibandingkan dengan nikel sulfida yang ditambang di Kanada atau Afrika Selatan.
Baca Juga: Fajar Fikri Tumbang Dramatis di Laga Perdana BWF World Tour Finals 2025 Usai Duel Panas Tiga Gim
Isu keberlanjutan ini turut menjadi sorotan investor veteran Rick Rule.
CEO Rule Investment Media ini memperingatkan metode penambangan laterit saat ini tidak akan bertahan lama karena beban biaya lingkungan yang sangat tinggi.
“Saya tidak percaya bahwa pemerintah atau rakyat Indonesia atau pada tingkat yang lebih rendah, Filipina akan membiarkan hal itu berlanjut terlalu lama,” kata Rule di Simposium London.
Baca Juga: Pemulihan Bencana Sumatra Jadi Prioritas Nasional, Pemerintah Gaspol Libatkan Teknologi Satelit
Ia menambahkan transformasi menuju pertambangan yang lebih bertanggung jawab akan memberikan konsekuensi ekonomi.
“Biaya yang terkait dengan penambangan deposit laterit tersebut secara bertanggung jawab akan menaikkan kurva biaya secara cukup signifikan.”
Di tengah ketidakpastian pasokan dari Asia Tenggara, perhatian dunia kini juga mulai beralih ke proyek Crawford milik Canada Nickel di Ontario.
Baca Juga: Hina Suku Sunda demi Uang Saweran, Resbob Kini Terancam 10 Tahun Bui
Proyek yang diklaim sebagai cadangan nikel terbesar kedua di dunia ini telah dirujuk ke Kantor Proyek Besar pemerintah federal Kanada untuk mendapatkan percepatan proses pengembangan.***
Artikel Terkait
Ekspansi Smelter Terlalu Cepat Bikin Tambang Nikel Jadi Kedodoran, Hilirisasi pun Terancam
TNI AL Tangkap Kapal TB Lintas Samudera 127 Atas Dugaan Angkut Ore Nikel Ilegal
Satgas Terpadu Ungkap Upaya WNA China Selundupkan Serbuk Nikel di Bandara Khusus IWIP Weda Bay
Amdal Disetujui, Tambang Hengjaya Genjot Penjualan Bijih Nikel 2025, IMIP Jalan Lagi