Perubahan ini dipicu gerakan "gelombang ketiga" kopi yang menekankan diferensiasi mutu dan penelusuran asal kopi.
Tren ini paling menonjol di pasar kopi spesialti, ketika kopi diposisikan sebagai produk bernilai tinggi, bukan komoditas massal.
Konsumen masa kini berpengaruh besar karena akses terhadap informasi dan media sosial.
Mereka menuntut transparansi dan akuntabilitas lebih tinggi dari industri kopi, termasuk standar kualitas dan etika.
Baca Juga: Mantap Nih Kopi Kamu, Coffee Shop Pertama di Jakarta, Baristanya Penyandang Down Syndrome
Karena perubahan iklim dan meningkatnya permintaan global, wilayah produksi kopi baru mulai mendapat perhatian.
Pasar baru di Asia, Pasifik, dan Amerika Latin kini menjadi pemain penting di segmen kopi spesialti.
Namun, mereka masih menghadapi tantangan seperti infrastruktur terbatas, kurangnya pelatihan, dan rantai pasok yang tidak efisien.
Kolaborasi antara petani, pedagang, dan pembeli menjadi kunci pertumbuhan berkelanjutan di wilayah-wilayah ini.
Menambah Nilai di Negara Asal
Semakin banyak usaha sangrai dan jaringan kedai kopi lokal bermunculan di negara produsen kopi.
Langkah ini memungkinkan nilai tambah dilakukan langsung di sumbernya.
Kebijakan pemerintah yang mendukung produksi kopi sangrai lokal, berpotensi memperkuat posisi negara produsen dalam rantai pasok global.
Baca Juga: Kopi RI Disukai Dunia, Tapi Kenapa Masih Sulit Bersaing di Pasar dunia?
Brasil, Kolombia, Ethiopia, dan Rwanda termasuk yang mengalami tren ini.
Petani dan koperasi kopi mulai memanggang dan menjual kopi mereka secara langsung, baik di pasar domestik maupun internasional.
Artikel Terkait
Perbedaan Robusta dan Arabika
Kopi Robusta atau Arabica: Mana yang Miliki Kandungan Antioksidan Tinggi? Simak Ini agar Tidak Salah Pilih!