• Senin, 22 Desember 2025

Laporan Al Jazeera: Rupiah Anjlok karena Kebijakan Prabowo, Mulai dari Danantara hingga UU TNI

Photo Author
- Kamis, 10 April 2025 | 01:04 WIB
Kebijakan politik Presiden Prabowo Subianto dianggap ikut memengaruhi nilai tukar rupiah yang anjlok. (Dok: Satpres.go.id)
Kebijakan politik Presiden Prabowo Subianto dianggap ikut memengaruhi nilai tukar rupiah yang anjlok. (Dok: Satpres.go.id)

KONTEK.CO.ID - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada pada rekor terendah di tengah kekhawatiran atas kebijakan Presiden Prabowo Subianto.

Situs berita Al Jazeera pun tertarik menurunkan tulisan mendalam terkait nasib rupiah. Rupiah diketahui diperdagangkan pada rekor terendah terhadap dolar AS (USD), sehingga membangkitkan kenangan akan krisis keuangan Asia tahun 1997-98.

Meskipun rupiah telah terpukul oleh ketidakpastian pasar yang berasal dari tarif besar-besaran Presiden AS Donald Trump, penurunan nilai tukar mata uang tersebut sudah dimulai beberapa pekan sebelum pengumuman "Hari Pembebasan" pada hari Rabu.

Baca Juga: Fikri dan Daniel Hanya Butuh 22 Menit untuk Kalahkan Pui Chi Chon-Pang Fong Pui

Sejak pelantikan Presiden Prabowo Subianto pada bulan Oktober, nilai tukar rupiah telah merosot sekitar 8% terhadap dolar di tengah kekhawatiran tentang kepemimpinan mantan jenderal tersebut atas ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini.

Penurunan nilai tukar rupiah mencerminkan jatuhnya mata uang tersebut pada 1998. Kejatuhan yang menyebabkan krisis keuangan yang turut mengakhiri tiga dekade pemerintahan otoriter Presiden Soeharto.

"Apa yang terjadi di Indonesia sekarang mencerminkan betapa yakinnya investor global dan pasar terhadap keputusan ekonomi dari kepemimpinan saat ini," kata Achmad Sukarsono, seorang analis yang meliput Indonesia di firma konsultan Control Risks di Singapura, kepada Al Jazeera, mengutip Kamis 10 April 2025.

Baca Juga: Akui Bau Menyengat Bahan Kimia Elnusa Petrofin, Sudin Kesehatan Pemkot Jakarta Utara Rekomendasikan Relokasi Warga

Kapan Kemerosotan Nilai Tukar Rupiah Dimulai?

Nilai tukar rupiah telah jatuh secara stabil sejak sesaat sebelum Prabowo menjabat, mencapai titik terendah sepanjang masa di angka Rp16.850 pada hari Selasa.

Meskipun nilai tukar rupiah telah mengalami pasang surut selama 28 tahun terakhir – termasuk selama pandemi COVID-19 – penurunannya di bawah ambang batas 1998 secara psikologis penting bagi masyarakat Indonesia.

Sebab peran mata uang tersebut dalam penggulingan Soeharto, menurut Hal Hill, seorang profesor emeritus ekonomi Asia Tenggara di Australian National University (ANU).

Baca Juga: Lanny-Fadia dan Putri KW Gagal Menembus 16 Besar Badminton Asia Champions 2025

"Masih ada ingatan bahwa jika nilai tukar rupiah Indonesia turun cukup jauh, masyarakat mulai gelisah, dan mereka mengira itu adalah pengulangan krisis sebelumnya," tambah Hill.

Penyebab Nilai Tukar Turun

Mata uang terdepresiasi karena beberapa alasan, termasuk ketidakpastian politik, inflasi, ketidakseimbangan perdagangan dengan negara lain, dan spekulasi oleh investor.

Dalam kasus Indonesia, kebijakan Prabowo – termasuk program makan siang gratis senilai USD30 miliar, rencana untuk melemahkan independensi bank sentral, dan pembatasan terhadap perusahaan asing seperti Apple – telah mengguncang kepercayaan investor terhadap ekonomi.

Baca Juga: Buntut Bau Menyengat Bahan Kimia Elnusa Petrofin, Pemkot Jakarta Utara Terjunkan Tim Investigasi ke Lapangan

“Ini semua tentang ketidakpastian yang meningkat dan penurunan signifikan dalam kepercayaan pasar,” ungkap Arianto Patunru, ekonom dan peneliti di ANU Indonesia Project kepada Al Jazeera.

Pendirian dana kekayaan negara Danantara oleh Prabowo menggunakan dana pemerintah senilai USD20 miliar, dan dorongannya untuk mengizinkan anggota militer menduduki lebih banyak jabatan sipil –sebuah langkah yang menurut para kritikus mengingatkan kembali pada pemerintahan diktator Soeharto– juga telah memicu kekhawatiran.

Bulan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang secara luas diakui atas perannya dalam mengarahkan Indonesia melewati krisis keuangan global 2007-2009, terpaksa menepis rumor bahwa ia berencana untuk mengundurkan diri di tengah gejolak di pasar keuangan dan mata uang.

Baca Juga: Bius dan Perkosa Keluarga Pasien, Dokter PPDS Unpad Punya Kelainan Seksual

Selain tantangan domestiknya, Indonesia, seperti banyak negara berkembang lainnya, pada saat yang sama bergulat dengan pukulan ganda dari perlambatan ekonomi China dan dampak perang dagang Trump yang meningkat.

Dalam pengumuman "Hari Pembebasan" pada hari Rabu, Trump mengumumkan tarif 32% untuk impor Indonesia.

Bagaimana Perekonomian Indonesia Secara Keseluruhan?

Indonesia, negara berpenghasilan menengah dengan produk domestik bruto (PDB) per kapita sebesarUSD4.960 pada 2024, telah melihat ekonominya tumbuh dengan pesat dalam beberapa tahun terakhir.

Baca Juga: Chico Dihentikan Pemain Singapura di 32 Besar Badminton Asia Championship 2025, Warganet Desak Degradasi

PDB naik lebih dari 5% tahun lalu, setelah ekspansi serupa pada tahun 2022 dan 2023.

Namun, angka-angka utama tersebut tidak menggambarkan penurunan yang nyata dalam standar hidup bagi sebagian besar orang Indonesia.

Jumlah orang Indonesia yang diklasifikasikan sebagai kelas menengah oleh Biro Pusat Statistik Jakarta – didefinisikan sebagai mereka yang memiliki pengeluaran bulanan antara Rp2 juta dan Rp9,9 juta –turun dari 57,3 juta orang pada 2019 menjadi 47,8 juta penduduk tahun lalu. 

Baca Juga: Duel Berat, Jonatan Butuh Waktu 1 Jam Lebih untuk Kalahkan Koki Watanabe

Penurunan disebabkan oleh faktor-faktor termasuk inflasi yang lebih tinggi dan efek COVID-19 yang masih ada.

Pada bulan Maret, mantan Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri menggambarkan kelas menengah negara itu sebagai populasi yang tertekan secara ekonomi. Mereka dengan daya beli yang melemah dan tabungan terbatas.

“Indonesia berada dalam periode yang paling menantang dan sulit sejak krisis keuangan Asia 1997-98 dan ada alasan domestik dan internasional untuk itu,” kata Hill dari ANU.

Baca Juga: Peserta PPDS Unpad Diduga Perkosa Keluarga Pasien, RSHS Serahkan Bukti ke Polda Jabar

“Alasan domestik adalah presiden baru. Kalangan bisnis masih berusaha mencari tahu ke mana ia ingin melangkah dan mengelola situasi fiskal, dan itu dikombinasikan dengan lingkungan eksternal,” cetusnya.

Sukarsono dari Control Risks, mengatakan, tantangan ekonomi negara ini menimbulkan pertanyaan tentang prioritas Prabowo.

“Ketika pemerintah seharusnya lebih fokus pada faktor-faktor yang menyebabkan menyusutnya kelas menengah saat ini, itu yang membingungkan. (Prabowo) justru lebih banyak disibukkan dengan program-program yang tidak menjawab penurunan daya beli dan gelombang PHK di tengah memburuknya kondisi sektor manufaktur padat karya,” keluh Sukarsono. ***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Iqbal Marsya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Stok Aman, Pemerintah Putuskan Stop Impor Beras 2026

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:45 WIB
X