KONTEKS.CO.ID - Inggris kembali menjatuhkan sanksi untuk Rusia seiring dengan invasinya ke Ukraina yang memasuki tahun ke dua.
Pemerintah menjatuhkan sanksi kepada 50 individu dan entitas pada Kamis, 22 Februari 2022.
Sanksi ini jatuh tepat dua hari sebelum peringatan kedua invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina, 24 Februari.
Menteri Luar Negeri, David Cameron dalam sebuah pernyataan mengatakan, sanksi itu bertujuan untuk mengurangi persenjataan dan perlengkapan perang Rusia.
"Saksi ini merupakan bagian dari upaya terkoordinasi Barat untuk membatasi perekonomian Rusia yang banyak digunakan untuk mendanai perang," katanya.
Sanksi ini menimpa perusahaan-perusahaan yang terkait dengan industri amunisi Rusia.
Di antaranya perusahaan terbesar, Badan Usaha Milik Negara Sverdlov.
[irp posts="243769" ]
Sanksi juga menargetkan sumber pendapatan di industri logam, berlian, dan energi.
Selain itu ada juga perusahaan Turki yang menurut Inggris memasok barang elektronik ke Rusia juga kena sanksi.
Ada juga tiga perusahaan elektronik di China, dan eksekutif di produsen berlian Rusia, Alrosa.
Manajer produsen tembaga UMMC-pun juga masuk dalam daftar tersebut.
Kementerian Luar Negeri Inggris juga menjatuhkan sanksi terhadap apa yang dikatakannya sebagai importir utama Rusia.
Termasuk produsen peralatan mesin untuk memproduksi sistem dan komponen pertahanan. Mulai dari rudal dan mesin hingga tank dan jet tempur.
Pemerintah Inggris juga bersiap memperkuat kekuasaannya untuk menargetkan aktivitas pelayaran Rusia dan kapal-kapal 'armada bayangan' yang Rusia gunakan untuk mengurangi dampak sanksi terkait minyak.
Reaksi China
Pemerintah China menyebut sanksi tersebut sebagai tindakan sepihak yang tidak memiliki dasar hukum internasional.
Beijing berpendapat, China selalu berpegang pada posisi objektif dan adil mengenai masalah Ukraina.
Selain itu, China juga secara aktif berkomitmen untuk mendorong perundingan perdamaian.
“Kami ingin memberi tahu pihak Inggris, tindakan apa pun yang merugikan kepentingan China akan dilawan dengan tegas,” kata juru bicara kedutaan China di Inggris dalam sebuah pernyataan.***