KONTEKS.CO.ID – Permintaan maaf pemerintah Belanda atas perbudakan yang terjadi selama masa penjajahan sebenarnya terbilang lambat.
Beberapa tahun sebelumnya Bank sentral Belanda De Nederlandsche Bank, bank ABN Amro, kota Rotterdam, Utrecht dan Amsterdam telah meminta maaf atas peran mereka dalam perbudakan.
Pada Senin 19 Desember, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte di National Archieve atau Arsip Nasional, Den Haag, secara resmi meminta maaf atas nama pemerintah untuk perbudakan yang telah dilakukan oleh negara dan perwakilannya ditanah jajahan.
Mengapa bank dan kota di Belanda turut minta maaf?
Dua institusi ini mendapatkan keuntungan berlimpah atas praktik perbudakan yang berlangsung. Pada puncaknya pada tahun 1770-an, perbudakan menghasilkan lebih dari 10 persen dari produk domestik bruto Belanda, yang terkaya dari tujuh provinsi Belanda yang membentuk republik, menurut peneliti sejarah sosial, sebagaimana dilaporkan Dutch News.
Pendapatan dari perdagangan tembakau, pengolahan gula dan pembuatan kapal didorong oleh penggunaan tenaga kerja budak yang digunakan untuk bercocok tanam di perkebunan, menurut para peneliti di International Institute for Social History.
Secara keseluruhan, perbudakan menghasilkan sekitar 5,2 persen dari PDB Belanda – hanya sedikit kurang dari proporsi yang dihasilkan oleh pelabuhan Rotterdam saat ini.
Perbudakan akhirnya dihapuskan di bekas jajahan Suriname dan Antillen Belanda pada 1 Juli 1863. Namun, budak di Suriname baru dibebaskan sepenuhnya pada tahun 1873, karena undang-undang menetapkan bahwa harus ada masa transisi 10 tahun. Pemilik juga dibayar kompensasi 300 gulden untuk setiap orang yang diperbudak yang mereka bebaskan. ***