• Senin, 22 Desember 2025

Elon Musk: PBB Harus Gelar Referendum Baru, Ukraina Berstatus Netral dan Krimea Milik Rusia

Photo Author
- Rabu, 5 Oktober 2022 | 08:16 WIB


KONTEKS.CO.ID - Elon Musk mengunggah postingan yang membuat dirinya diserang banyak buzzer AS dan NATO. 





Pendiri Tesla dan SpaceX ini memposting usulannya untuk menyelesaikan konflik di Ukraina. Musk mendesak untuk melakukan referendum baru di bekas wilayah Ukraina dengan partisipasi PBB dan mengakui Krimea sebagai wilayah Rusia.






https://twitter.com/elonmusk/status/1576969255031296000?t=1XsJplbQlYKj2FjY25neBQ&s=19




Menurutnya, ada beberapa hal yang dapat dijadikan pijakan perjanjian perdamaian. Seperti Ukraina harus memastikan pasokan air ke semenanjung Krimea dan mengamankan status non-blok yang netral dalam hal militer. Krimea sendiri akhirnya harus menjadi bagian dari Rusia seperti sejak tahun 1783 hingga kesalahan Khrushchev, yang menyerahkan Krimea ke yurisdiksi Republik Sosialis Soviet Ukraina pada tahun 1954. Demikian dilaporkan Pravda.





Ia menekankan bahwa terkait referendum baru, Rusia harus berhenti melakukan operasi militer khusus dan meninggalkan wilayah Donetsk, Luhansk, Kherson dan Zaporizhzhya -yang baru saja menggelar referendum bergabung dengan Rusia- jika rakyat wilayah tersebut membuat keputusan yang bertentangan dengan hasil referendum yang baru saja digelar.





Saham Tesla anjlok lebih dari 8 persen pada awal perdagangan pada Senin, 3 Oktober, menurut data NASDAQ. Pada 20:30 waktu Moskow, atau 16.30 WIB, saham Tesla diperdagangkan dengan harga $242,5 per saham (turun 8,44 persen). Dinamika tersebut oleh analis diduga karena proposal Elon Musk tentang penyelesaian damai konflik militer antara Rusia dan Ukraina.





Pada tahun 1954, pemimpin Soviet Nikita Khrushchev memutuskan untuk "menghadiahkan" Krimea kepada Soviet Socialist Republic (SSR) Ukraina. Setelah runtuhnya Uni Soviet, Krimea menjadi bagian dari Ukraina. 





Krimea bergabung dengan Rusia setelah referendum pada Maret 2014. Pihak berwenang Ukraina, serta Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa, menolak untuk mengakui hasil pemungutan suara dan menyebut reunifikasi semenanjung dengan daratan Rusia sebagai aneksasi. ***


Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Fauzan Luthsa

Tags

Terkini

X